JAKARTA – Organisasi terkait produk minyak kelapa sawit internasional Round-table on Sustainable Palm Oil (RSPO) menekankan pentingnya aspek inklusivitas, akuntabilitas, dan komitmen untuk mengubah pasar komoditas tersebut
“Kita harus menyadari bahwa untuk menciptakan perubahan yang nyata dan bersifat jangka panjang, kita perlu melibatkan semua pihak dan mulai membantu mereka agar dapat menjadi di atas rata-rata,” kata CEO RSPO Datuk Darrel Webber dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (5/12).
Sebagaimana diketahui, RSPO baru saja menggelar Pertemuan Tahunan ke-15 dan Rapat Umum ke-14 organisasi tersebut yang digelar di Bali, November-Desember 2017.
Pertemuan global tersebut menjadi wadah untuk mendengar dan memperhitungkan pendapat dari seluruh rantai pasokan minyak kelapa sawit, untuk memastikan bahwa praktik-praktik dan standar terbaik dapat dicapai dan bermanfaat bagi semua pihak.
Berdasarkan data RSPO, jumlah perkebunan sawit yang mendapatkan sertifikasi dari lembaga internasional Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) lebih dari tiga juta hektare di berbagai negara.
Selain itu, jumlah keanggotaan RSPO mengalami peningkatan signifikan di seluruh dunia. Tiongkok dan Amerika Utara mencatat kenaikan masing-masing 30% dan 62%.
Sebagaimana diberitakan Antara, pelaku usaha industri kelapa sawit harus memastikan perusahaan yang dimiliki mereka benar-benar terbebas dari aktivitas deforestasi dalam rangka meningkatkan kualitas komoditas salah satu andalan ekspor Indonesia itu.
“Industri minyak sawit masih merusak dan laporan kami menunjukkan para pedagang tidak mempunyai rencana untuk memperbaikinya,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Bagus Kusuma, dalam keterangannya. Selasa.
Menurut dia, Greenpeace International telah mengeluarkan laporan terbaru yang mengungkapkan bahwa para pemasok ke sejumlah merek di dunia masih belum dapat menjamin sawit mereka bebas dari deforestasi
Ia juga berpendapat bahwa tak satu pun dari perusahaan tersebut bisa membuktikan tidak ada deforestasi dalam rantai pasok minyak sawit mereka, dan menyatakan industri minyak sawit penyebab utama deforestasi.
Bagus menyatakan situasi ini sangat penting bagi hutan Indonesia, karena negeri ini dinilai telah kehilangan jutaan hektare hutan dan deforestasi merupakan ancaman besar bagi hewan langka yang tinggal di sana.
Sumber: Investor Daily Indonesia