JAYAPURA – Pesatnya pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Papau tak bisa dipungkiri. Saat ini dari luas total lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, merujuk data dari Sawit Watch, telah seluas 16,1 juta ha, dimana sekitar 958 ribu ha berada di provinsi Papua (belum termasuk Papua Barat).
Pengembangan sawit yang terus tumbuh merujuk laporan Sawit Watch, dikhawatirkan bakal berdampak bagi lingkungan dan sosial di Papua. Apalagi Papua telah dinobatkan sebagai provinsi konservasi.
Sebab itu dikatakan Kepala Divisi Kampanye Sawit Watch, Maryo Saputra, mewanti-wanti dalam pemberian ijin pada sektor ini. Supaya dampak lingkungan dan sosial tidak meninggi. Lebih lanjut Maryo menghimbau justru dalam peningkatan produksi kelapa sawit lebih memilih dengan intensifikasi dibandingkan dengan cara ekstensifikasi (perluasan lebun sawit). “lebih baik mendorong perusahaan untuk melakukan intensifikasi atau mengembangkan perkebunan yang sudah ada saat ini dan bukan lagi meminta ijin untuk melakukan perluasan,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Jumat, (29/12/2017).
Lebib lanjut tutur Maryo, melibatkan peran serta masyarakat dalam pengembangan perkebunan merupakan satu hal yang wajib dilakukan sehingga ketika habis masa berlaku ijin perusahaan, tanah dikembalikan kepada masyarakat dan masyarakat dapat melanjutkan usaha tersebut.
Berangkat dari masih banyaknya persoalan yang terjadi di sektor ini, khususnya di Papua, maka kami memandang perlu ada tindakan yang perlu diambil oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan ini.
Sawit Watch, Jubi Papua Dan WALHI Papua merekomendasikan beberapa langkah yang bisa segera dilakukan oleh pemerintah terutama dalam konteks Papua, diantaranya, pertama, segera melakukan inventarisasi, pemetaan, dan tata batas wilayah, baik administratif maupun adat di tanah Papua sebagai prioritas utama.
Hal ini juga menjadi salah satu mandat dari putusan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 dimana hutan adat bukanlah atau tidak lagi menjadi bagian dari kawasan hutan yang selalu merujuk pada entitas Negara sebagai pemiliknya. Disisi lain, proses ini juga akan menjamin keamanan dan kepastian investasi, serta meminimalisir terjadinya tumpang tindih antara izin konsesi dengan tanah adat.
Kedua, segera melakukan proses monitoring dan evaluasi izin dan konsesi perusahaan sawit yang sudah beroperasi selama ini untuk memastikan bahwa operasi perusahaan ini telah dilakukan telah sesuai dengan tata aturan serta standar yang berlaku.
Ketiga, mendorong pemerintah segera membentuk kelembagaan penyelesaian konflik tenurial yang bersinergi dengan kelembagaan adat, untuk mengakomodir dan mengakselerasi proses penyelesaian konflik yang terjadi selama ini, dan keempat, tidak lagi mengeluarkan ijin dalam bentuk apa pun kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit. (T2)
Sumber: Infosawit.com