JAKARTA-Pemerintah Indonesia tengah menjajaki peluang pasar baru untuk ekspor komoditas biodiesel, di antaranya Tiongkok dan Jepang. Pengembangan Energi Terbarukan di kedua negara tersebut membuka peluang bagi Indonesia untuk mengisi pasar tersebut. Produksi biodiesel nasional pada 2017 mencapai 3,10 juta ton dengan 180 ribu ton di antaranya mengisi pasar ekspor.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Tumanggor mengatakan, penjajakan peluang potensial sebagai pasar ekspor biodiesel Indonesia dilakukan pemerintah sebagai tindak lanjut hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada pertengahan tahun lalu. “Saat ini, masih tahap pembahasan dan penjajakan lanjut Tiongkok akan menekan emisi, salah satunya menggunakan energi terbarukan, yakni FAME atau biodiesel. Mereka sudah punya jagung dan kedelai, masih mencari-cari lagi,” kata dia di Jakarta, kemarin.

Apabila Tiongkok menerapkan kebijakan wajib penggunaan biodiesel campuran 5% (B5), lanjut dia, Indonesia bisa menikmati potensi pasar baru sebesar 9 juta ton ke Tiongkok. Saat ini saja, Tiongkok merupakan salah satu pasar utama ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia. “Saat pertemuan Presiden Joko Widodo san Presiden Xi Jinping sepakat bernegosiasi terkait itu. Indonesia dikoordinir Kemenko Kemar-itiman. Hanya saja, negosiasi tersebut terkendala harga. Tiongkok meminta jaminan harga fe untuk jangka waktu yang relatif panjang yang dinilai cukup memberatkan bagi produsen biodiesel Tanah Air,” jelas dia.

Tumanggor mencontohkan, Tiongkok misalnya setuju dipasok 9 juta ton per tahun namun minta harga tetap selama 10 tahun. Dalam pandangan produsen Indonesia, hal itu tidak bisa karena itu menyangkut biaya produksi. Kendala serupa juga terjadi dalam penjajakan dengan Jepang. Saat ini, Jepang dalam upaya peralihan sumber energi dari nuklir menjadi energi terbarukan, seperti biodiesel. “Bagaimana kalau nanti harga pupuk naik? Kalaupun ada mekanisme untuk mengatasi gap atas harga itu, tetap nggak bisa kalau sampai 10 tahun, maksimal harga dievaluasi setiap dua tahun. Kecuali, kalau si produsen mempunyai kebun sendiri yang bisa memasok 2 juta ton setiap tahun, tapi akibatnya nanti jadi nggak membeli CPO petani Nggak mungkin kan?” kata Tumanggor.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan menambahakan, selain mendorong penjajakan pasar-pasar ekspor potensial, konsumsi domestik diharapkan terus meningkat, termasuk untuk segmen bukan bersubsidi (bukan PSO). Apalagi, saat ini Indonesia dalam alur menuju implementasi B30 yang dicanangkan pada 2020. Dalam tiga tahun ke depan, tes laboratorium terus dilakukan guna meningkatkan pemakaian biodiesel bukan PSO, hingga rencana penggunaan bioavtur. “Kalau B20 dilaksanakan wajib, baik PSO dan bukan PSO secara total, konsumsi tahun ini bisa 6 juta kiloliter. Kalau bicara kapasitas pabrik biodiesel nasional, tidak masalah. Kapasitas terpasang 22 pabrik mencapai 11-12 juta kiloliter per tahun,” kata Paulus.

Menurut Paulus, real test penggunaan biodiesel untuk kereta api akan dilanjutkan pada Februari. Apabila hal itu lolos maka akan ada potensi penggunaan biodiesel 200-300 ribu kiloliter per tahun oleh kereta api. Harapnnya, pada Oktober 2018 bisa diterapkan biodiesel untuk kereta api. Sementara perusahaan-perusahaan alat berat, seperti Komatsu, Hino, dan juga perusahaan tambang Adaro, sedang melakukan berbagai tes penggunaan biodiesel. Untuk penggunaan bioavtur (biodiesel avtur) masih proses pembahasan kebijakan penerbangan, ini terkait pendapat dari The International Civil Aviation Organization di Montreal yang menganggap biodiesel tidak berperan mengurangi emisi. “Kami juga mendorong penggunaan biodiesel untuk alutsista,” kata Paulus.

Selamatkan Devisa

Paulus menambahkan, penggunaan biodiesel secara maksimal di dalam negeri akan menyelamatkan devisa negara. Sebab, biodiesel berperan mengurangi konsumsi energi berbasis minyak bumi (fosil). Saat ini saja. Pertamina harus mengimpor minyak 800 ribu barel per hari, sehingga BUMN tersebut harus mencari uang sebanyak US$ 50 juta per hari. “Itu nggak kecil. Bisa dibayangkan kenapa posisi dolar AS terhadap rupiah seperti itu? Artinya, perang atas biodiesel selama ini adalah trade war. Dengan biodiesel, kita bisa mewujudkan ketahanan energi dan menopang devisa. Di luar negeri pun mengakui bahwa biodiesel berperang penting pengurangan emisi. CPO kita dihasilkan dari tanaman yang efektif dan produktivitasnya tinggi dengan harga lebih murah,” kata Paulus.

Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Aprobi Togar Sitanggang memaparkan, produksi biodiesel nasional pada 2017 mencapai 3,10 juta ton, yakni konsumsi dalam negeri 2,30 juta ton dan ekspor 180 ribu ton. Pada 2016, produksi biodiesel 3,60 juta ton, sebanyak 3 juta ton untuk konsumsi domestik dan 470 ribu ton untuk ekspor. Tren penurunan yang terjadi pada 2017, kemungkinan disebabkan penegakan penggunaan biodiesel, serta keterlambatan pengumuman penyaluran yang memangkas konsumsi setidaknya 200-300 ribu ton pada pertengahan 2017.

Damiana Simanjuntak

 

Sumber: Investor Daily Indonesia