Rancangan Undang-undang (RUU) perkelapasawitan diajukan kembali ke dalam Program Legislasi Nasional 2018. Pembahasan RUU ini sempat terhenti lantaran pemerintah tidak setuju. DPR tetap keukeuh meneruskan pembahasannya tahun ini.

Pada 5 Desember 2017, Rapat Paripurna DPR menyetujui 50 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2018, terdiri dari 31 RUU usulan DPR, 16 RUU usulan pemerintah, dan tiga RUU usulan DPD.

Supratman Andi Agtas, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam Rapat Paripurna menyatakan bahwa dari 50 RUU yang masuk Prolegnas 2018, 47 di antaranya adalah limpahan dari Prolegnas 2017. “Dari 50 RUU tersebut, 31 RUU diusulkan DPR, 16 diusulkan pemerintah, dan tiga RUU diusulkan DPD,” ujar Supratman.

Salah satu dari 50 RUU tadi adalah RUU Perkelapasawitan yang menjadi inisiatif DPR. Wacana pembuatan UU yang khusus mengatur industri sawit mulai digaungkan semenjak 2015. Pembahasan serius RUU sawit antara pemerintah dan DPR berlangsung pada tahun lalu. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin  Nasution dalam rapat kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR menegaskan RUU perkelapasawitan  tidak dibutuhkan karena  tumpang tindih dengan regulasi lainnya.

Berdasarkan kajian pemerintah, dijelaskan Darmin, bahwa  RUU Perkelapasawitan tumpang tindih dengan  beberapa regulasi seperti UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 14 tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 19 tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Dukungan serupa datang dari Menteri  Kabinet Kerja Lainnya yaitu Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian. Menurutnya tidak perlu lagi RUU Perkelapasawitan dilanjutkan lantaran ada banyak kekurangan dari implementasi UU yang sudah ada.

Penolakan pemerintah terhadap RUU Perkelapasawitan lantaran pengaruh Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan Hidup. Koalisi LSM yang bersifat taktis ini mengirimkan surat pada 23 Mei 2017 kepada Presiden Joko Widodo. Isi surat mengenai permohonan penghentian pembahasan RUU Perkelapasawitan.

Menyikapi usulan Koalisi LSM tersebut, Menteri Sekretaris  Negara, Praktikno berkirim surat tertanggal 22 Juni 2017 ditujukan kepada Menteri Pertanian. Isi surat ini meneruskan usulan Koalisi LSM  supaya RUU Perkelapasawitan dihentikan pembahasannya.

Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR, mengeluarkan pernyataan keras supaya pemerintah tidak tunduk kepada tekanan LSM. “Negara jangan mau diatur oleh LSM. Selama ini, ada upaya LSM untuk mematikan sawit sebagai komoditas strategis,” ujar Firman pada Juli tahun lalu.

Saat  itu, Firman berjanji  bahwa DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Perkelapasawitan kendati muncul tekanan dari LSM dan penolakan dari pemerintah. “Kalaupun pemerintah tidak sepakat seharusnya dilakukan pembahasan tingkat satu. Barulah DPR berdebat dengan pemerintah. Sebab, setiap UU itu punya naskah akademik dan draf RUU, berdasarkan aspirasi masyarakat.”

Janji ini dibuktikan dengan kembalinya RUU Perkelapasawitan dalam Prolegnas 2018. Firman Soebagyo menjelaskan bahwa masuknya RUU atas pertimbangan strategisnya komoditas sawit terhadap perekonomian nasional. “RUU sawit menjadi bagian penting dan strategis pembangunan ekonomi nasional. Tetapi belum ada regulasi kuat untuk mengatur komoditas ini,” jelas Firman.

 

Sumber: Sawitindonesia.com