JAKARTA -Produsen minyak goreng sawit menolak kewajiban fortifikasi atau penambahan Vitamin A pada produknya, karena dianggap sebagai pemborosan bagi devisa serta menimbulkan risiko hukum bagi perusahaan apabila tidak memenuhi batas kandungan yang ditentukan.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menegaskan, penolakan terhadap mandatori fortifikasi vitamin A minyak goreng. Kebijakan penambahan Vitamin A sintetis, menurutnya, haruslah diimpor dari perusahaan di negara lain. “Jika fortifikasi menjadi wajib, akibatnya Indonesia bergantung kepada impor Vitamin A sintetis. Setiap tahun, kita akan buang devisa ratusan juta dolar AS ke luar negeri,” katanya, Kamis, (19/7). Persoalan lain, menurutnya, adalah efektifitas fortifikasi Vitamin A pada minyak goreng sawit. Hal ini ketahanan Vitamin A, karena ada rentang waktu pengiriman minyak goreng dari pabrik sampai ke konsumen akhir. j Masalah ini terkait dengan stabilitas Vitamin A ketiga produk minyak tersebut ketika harus melewati proses dari pabrik, agen, pedagang, hingga saat masuk ke DenggO” rengan. “Tidak ada jaminan berapa kadar kandungan Vitamin A sampai di tangan konsumen. Apabila di bawah ambang batas, kami [produsen) bisa dituntut,” katanya.
Sahat mengatakan produsen juga khawatir dengan adanya kata “Penambahan Vitamin A”. Jika tidak ditambahkan, maka minyak goreng sawit tidak dapat digolongkan sebagai minyak goreng sesuai SNI meskipun berasal minyak sawit.
PENGECUALIAN
Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) telah mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian pada 13 Juli 2018 untuk menyikapi persoalan fortifikasi Vitamin A minyak goreng sawit.
Kalangan produsen sawit, kata Sahat, meminta pengecualian untuk kebijakan fortifikasi Vitamin A. Aturan fortifikasi sebaiknya sukarela bukan mandatori. “Kami belum tahu seberapa efektif fortifikasi. Yang pasti penambahan vitamin A membuat devisa negara tersedot ke luar negeri,” kata Sahat.
Direktur Eksekutif PASPI Tungkot Sipayung menyebutkan bahwa aturan fortifikasi tidak berdasarkan kepada perintah perundang-undangan melainkan sebatas permintaan Menteri Kesehatan melalui surat kepada Kementerian Perindustrian pada 2012.
Menurutnya, penambahan vitamin A sintetik berpeluang menciptakan monopoli, karena pemasok vitamin A ini terbatas kepada dua negara saja.
(Pandu Gumilar)
Sumber: Bisnis Indonesia