Seorang pekerja mengisi minyak goreng curah ke dalam jeriken di agen penjualan minyak goreng di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2014). Menjelang Ramadan harga minyak goreng curah naik dari Rp 9.500 per liter menjadi Rp 10.400 per liter. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
JAKARTA. Permintaan minyak goreng kemasan diprediksi akan terus melonjak seiring dengan makin dekatnya bulan Ramadan dan Lebaran. Bila bulan-bulan sebelumnya rata-rata kebutuhan minyak goreng kemasan sebanyak 13 juta liter hingga 14 juta liter per bulan, saat Ramadan dan Lebaran permintaan akan naik menjadi 20 juta liter.
Agar tidak terjadi kelangkaan pasokan di pasaran, sejumlah produsen telah menyiapkan langkah. Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor mengatakan, kebutuhan minyak goreng untuk Lebaran memang meningkat dibandingkan kondisi normal.
Oleh karena itu 14 produsen minyak goreng dalam negeri telah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan nasional selama bulan Ramadan dan Lebaran. “Untuk ketersediaan minyak goreng tidak ada masalah, kami produsen sudah menyatakan menyanggupi semua kebutuhan kepada Kementerian Perdagangan (Kemdag),” ujarnya kepada KONTAN, Selasa (16/5).
Kebutuhan minyak goreng saat Ramadan dan Lebaran akan naik menjadi sekitar 20 juta liter per bulan. Untuk memenuhi kebutuhan, para produsen minyak goreng sudah menyediakan stok jauh-jauh hari. Produsen juga tidak khawatir bila permintaan meningkat di luar prediksi, sebab saat ini sudah ada stok yang siap dikeluarkan sebanyak 1,5 juta ton ke pasar.
Tumanggor berjanji, walau saat ini ada tren kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjelang bulan suci ini, tidak akan berpengaruh pada kenaikan harga minyak goreng kemasan. “Kami tetap berkomitmen pada harga yang telah ditetapkan pemerintah,” katanya.
Birokrasi rumit
Pada tahun ini, total kebutuhan minyak goreng kemasan di seluruh Indonesia diperkirakan akan mencapai sebesar 1,1 juta ton. Sedangkan untuk minyak goreng curah diperkirakan mencapai 3,5 juta ton.
Minyak goreng curah inilah yang kemudian disulap menjadi minyak goreng kemasan sederhana yang oleh Kemdag harganya dibatasi sebesar Rp 11.000 per liter di toko ritel modern. Menurut pengamatan KONTAN, jenis minyak goreng kemasan sederhana masih langka di toko-toko modern. Hal itu berbanding terbalik dengan ketersediaan minyak goreng kemasan bermerek yang berjudel.
Kelangkaan ini terjadi karena kurangnya pasokan minyak goreng kemasan sederhana yang kebutuhannya mencapai 14.000 liter per hari. Sementara yang tersedia hanya sekitar 6.000 liter per hari.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, langkanya pasokan minyak goreng kemasan sederhana di toko ritel modern disebabkan rumitnya birokrasi di toko modern, bukan karena produsen minyak goreng tidak memasok produk nya ke pasar ritel.
Dia bilang, banyak produsen minyak goreng yang mengeluhkan birokrasi pengiriman produk karena harus terlebih dahulu ter register sebagai pemasok. “Padahal, program Kemdag ini bersifat ad-hoc. Birokrasi di ritel itu jelimet,” keluhnya.
Bahkan dia mengaku ada peritel yang meminta supaya produsen minyak goreng terlebih dahulu terdaftar di bank mereka sebagai vendor. Selain itu janji pembayaran tiap dua pekan setelah masuk juga kerap molor. Sahat juga bilang banyak peritel yang ogah-ogahan membuka purchase order (PO) minyak goreng kemasan sederhana. “Mereka mengira produsen migor mengemis agar bisa memasarkan minyak goreng kemasan sederhana,” katanya.
Untuk itu GIMNI meminta peritel modern membenahi sistem administrasi mereka terlebih dahulu.
Sumber: Kontan.co.id