JAKARTA- Perluasan mandatori pencampuran biodiesel 20% (B20) ditargetkan akan berjalan 100% atau menjangkau seluruh wilayah Indonesia pada akhir tahun ini. Hal ini bersamaan dengan mulai disalurkannya biodiesel dari 112 terminal bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina (Persero).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto menuturkan, lantaran masalah jarak cukup jauh dan keterbatasan jumlah kapal pengangkut, belum semua terminal BBM Pertamina menerima pasokan unsur nabati (fatty acid methyl eter/FAME). Namun, pasokan FAME ini diproyeksikan sampai di seluruh terminal BBM Pertamina paling lambat pada akhir bulan ini.

Sejauh ini, implementasi B20 disebutnya baru berjalan 80%. “Tetapi mudah-mudahan di akhir bulan bisa 100%,” katadia ketika memastikan kesiapan penyaluran B20 di Terminal BBM Tanjung Uban dan Kabil di Kepulauan Riau. Sabtu (15/9).

Pasalnya, lanjutnya, sejauh ini tidak ada hambatan dalam program mandatori ini. Dari sisi pasokan, pemerintah melalui Direktorat Jenderal energi baru terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) selalu memastikan ketersediaan pasokan FAME. Kemudian tidak ada kesulitan dalam kontrak pasokan FAME antara badan usaha bahan bakar nabati (BBN) dan badan usaha BBM.

Sekalipun nantinya ada masalah pencampuran di badan usaha BBM, Djoko menambahkan, Pertamina menawarkan penjualan B20 kepada badan usaha tersebut. Namun, usulan Pertamina itu masih harus dibahas dalam rapat rutin Program Mandatori B20 yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian pada pekan depan.

Solusi itu, diakuinya bisa mempercepat tercapainya perluasan B20 100%. “Jadi kira-kira pada akhir bulan tinggal 5%, daripada kena sanksi atau dicabut izinnya, langsung saja bicara dengan Pertamina, tutur Djoko.

Kemudian terkait perhitungan selisih harga solar dan FAME yang dikeluhkan badan usaha BBN, pihaknya bakal meneken surat khusus. Selama ini harga indeks pasar (HIP) solar yang dipakai dalam perhitungan selisih mandatori B20 solar bersubsidi, mengacu pada rerata harga tiga bulan terakhir. Sementara untuk solar nonsubsidi, menggunakan rata-rata harga solar satu bulan ke belakang.

Pengusaha BBN, dikatakannya meminta acuan harga itu disamakan menjadi satu bulan. Pihaknya akan mengubah acuan yang untuk solar bersubsidi. Tetapi sambil menunggu itu (revisi aturan), saya akan mengeluarkan surat agar bisa sebulanan. BPDPKS membutuhkan surat ini untuk membayar selisih ke badan usaha BBN,” jelas Djoko.

Sejak berjalan mulai 1 September, lanjutnya, program ini menjadi salah satu faktor yang meredam pelemahan nilai tukar Rupiah. Kurs Rupiah yang sempat menyentuh Rp 15 ribu, kini sudah berhenti menanjak dan cenderung menurun. Di sektor migas. Kementerian ESDM menjalankan tiga kebijakan untuk menguatkan Rupiah, yakni perluasan mandatori B20, peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri, serta pembelian minyak mentah jatah perusahaan migas.

Pertamina Siap

Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sridiwowo mengungkapkan, pada prinsipnya, seluruh terminal BBM miliknya siap mencampur dan menyalurkan B20. Hanya saja, saat ini baru 69 terminal dari 112 terminal yang telah menyalurkan B20, lantaran pasokan FAME belum sampai ke Indonesia Timur.

“Harapan kami minggu ke-4 September sudah semuanya ya. Jadi tentu saja dari Ditjen EBTKE, BPDPKs akan mengingatkan pada pemasok untym percepat pengiriman,” ujarnya.

Sejak awal September, pihaknya berhasil menambah sembilan terminal BBM yang mendistribusikan B20. Rincinya, terminal BBM Cepu, Cilacap, Palopo, Bima, Reo, Kolaka, Tua], Badas, dan Ketapang. Pihaknya memproyeksikan akan ada tambahan enam terminal lagi yang menerima FAME, yakni Terminal BBM Kendari, Tahuna, Banggai.

Luwuk, Maumere, serta Waingapu. Kemudian empat terminal akan menerima FAME pada pekan berikutnya. Sehingga pada akhir Oktober 112 terminal BBM sudah menyalurkan B20.

“Kami estimasikan pada minggu ke-3 sampai 4 September realisasi penyaluran akan bertambah lagi, karena supply FAME dari badan usaba BBN akan masuk ke terminal BBM Utama, sehingga 32 terminal BBM lainnya dapat menyalurkan B20 juga untuk semua sektor,” kata Gandhi.

Ditambahkannya, setelah dua pekan diterapkannya mandatori B20, Pertamina telah menyalurkan FAME sebagai bahan campuran solar pada kisaran 159.988 KL atau sekitar 39% dari alokasi bulanan. Jumlah tersebut terdiri dari FAME untuk solar subsidi sebesar 116.422 KI- dan untuk solar nonsubsidi 43.566 KL

Monitoring pelaksanaan B20 untuk badan usaha migas menjadi perhatian khsus Pertamina agar bisa menjadi pemicu bagi badan usaha lainnya dalam mendorong penerapan green energy. Pertamina sendiri mendapat alokasi biodiesel sebera 2,26 juta KL untuk periode Januari-September, sementara realisasi penyerapann ha 1,82 juta KL

Pada tahun ini, pemerintah memproyeksikan penyerapan FAME bisa mencapai 3,9 juta KL yakni untuk solar bersubsidi 2,8 juta KL dan nonsubsidi 1,08 juta KL Sementara potensi penghematan devisa diperkirakan sebesar Rp 30,59 triliun.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia