JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa sawitIndonesia (Apkasindo) tengah melakukan pendekatan dan konsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengenai upaya penyelesaian masalah lahan petani sawit yang terkendala legalitas izin karena terindikasi masuk ke dalam kawasan hutan. Apkasindo berharap segera terbentuk posko bersama Apkasindo dan LHK untuk memfasilitasi masalah petani sawit tersebut

Wakil Sekjen Apkasindo Rino Afrino mengungkapkan, saat ini Apkasindo telah memiliki posko bersama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN). Posko itu mengakomodasi petani agar mendapatkan sertifikat atas tanahnya. Apalagi, pemerintahan Presiden Joko Widodo memiliki program percepatan sertifikasi lahan, Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona). Sebanyak 15 ribu sertifikat telah diterbitkan melalui fasilitasi posko yang sudah dimulai sejak tahun lalu tersebut di dua kabupaten di Riau dengan taksasi luasan sekitar 30 ribu hektare (ha).

Dalam perjalanannya, Rino menjelaskan, Apkasindo telah melakukan protes karena petani sawit justru tidak mendapat pembagian sertifikat. Apkasindo menduga mereka ternyata lebih merasa enak mengukur tanah rumah. “Itu kan masalah komunikasi, lalu kita bentuk posko, petani datang, menyampaikan kebutuhannya atas sertifikat Kenapa? Karena untuk mengajukan dana replanting ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS) untuk mengajukan pinjaman ke bank, untuk sertikasi sawit ISPO. Karena dengan Kementerian ATR/BPN adalah untuk lahan di luar kawasan, kami sedang mendekati Kementerian LHK untuk lahan di dalam kawasan,” kata Rino di Jakarta, kemarin.

Rino mengatakan itu usai Lokakarya Pembelajaran Sertifikasi ISPO untuk Pekebun. Upaya itu juga menggandeng lembaga swadaya masyarakat (LSM). Karena itu, masih banyak LSM yang memiliki program yang baik untuk petani sawit. “Kami sudah bertemu dengan Kementerian LHK, lancar. Kami terus berkomunikasi, Ibu Siti (Menteri LHK Siti Nurbaya) sangat welcome dan katanya semangatnya sejalan dengan Instruksi Presiden,” kata Rino.

Apalagi, lanjut dia, persoalan legalitas lahan petani saat ini juga menyangkut pemetaan kawasan hutan dan nonhutan yang mana lahan sawit petani diidentifikasi awal berada di dalam kawasan. Bahkan, diduga ada lahan sawit di dalam kawasan dengan luasan mencapai 1,70 juta hektare (ha). “Kami ajukan data parsial, mana yang masuk kawasan, memang data satu seluruh Indonesia itu belum ada. Untuk penyelesaiannya, kalau di dalam kawasan hutan produksi atau hutan produksi konversi maka mungkin bisa dilepaskan atau diputihkan. Tapi, kalau di dalam kawasan hutan lindung atau konservasi, ada lagi skemanya,” kata Rino.

Sementara itu. Presiden Joko Widodo pada 19 September 2018 mengeluarkan Inpres No 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa sawit (Inpres Moratorium Sawit). Regulasi itu memuat 12 instruksi kepada Menko Perekonomian, Menteri LHK, Menteri Pertanian, Menteri ATR/Kepala BPN. Menteri Dalam Negeri. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), para gubernur, dan para bupati/walikota.

Instruksi ke-12 dari Inpres itu memerintahkan aturan itu berlaku pada tanggal dikeluarkan. Instruksi ke-11 menetapkan pelaksanaan penundaan perizinan perkebunan kelapa sawit yang telah diterbitkan dilakukan paling lama tiga tahun sejak Inpres dikeluarkan dan pelaksanaan peningkatan produksi kelapa sawit dilakukan secara terus menerus. Instruksi ke-9 memerintahkan Menko Perekonomian melaporkan pelaksanaan Inpres kepada Presiden secara berkala setiap enam bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.

Kepada Menteri LHK Inpres No 8 Tahun 2018 menginstruksikan melakukan penundaan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit bagi permohonan baru, permohonan yang telah diajukan namun belum melengkapi persyaratan atau telah memenuhi persyaratan namin berada pada kawasan hutan masih produktif, atau bagi permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip namun belum ditata batas dan berada pada kawasan hutan yang masih produktif.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia