sri.massahbisnis.com
Wakil Ketua Dewan minyak sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan langkah itu untuk mensiasati hambatan perdagangan ke sejumlah pasar tradisional CPO dan turunannya, seperti Eropa dan AS yang se-
lama ini meniupkan kampanye hitam maupun mengenakan hambatan tarif.
Adapun, upaya menggarap pasar nontradisional yang daya belinya tidak cukup tinggi dapat dilakukan dengan melayani pembelian secara ritel. Langkah itu dapat ditempuh dengan membuka pelabuhan dan mendirikan tangki di negara tujuan.
Selama ini, eksportir mengirimkan CPO dan turunannya dalam volume besar hingga di atas 1.000 ton. Jika mendirikan tangki di negara tujuan, eksportir dapat melayani pembelian dalam volume puluhan atau ratusan tori.
“Kami harapkan yang bikin perusahaan pemerintah (BUMN). Bukan swasta, enggak bisa. Kalau pemerintah yang punya, aman, tidak memihak,” kata Sahat, Jumat (9/6).
Dengan melayani pembelian secara ritel pula, lanjut dia, eksportir tidak perlu mengurus letter of credit (L/C) karena menerima pembayaran secara tunai dari importir.
Sahat yakin cara itu akan mampu menggandakan ekspor CPO dan turunannya ke Pakistan dan Rusia. Data DMSI menyebutkan volume pengapalan ke kedua negara itu masing-masing 1,2 juta ton dan 350.000 ton.
Dia memberi gambaran, di Pakistan setidaknya perlu didirikan tangki berkapasitas 300.000 ton dengan nilai investasi USS25 juta. “Daripada kita pusing terus sama AS dan Eropa,” ujarnya.
LANGKAH TEPAT
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nunvan me lihat adanya peluang yang baik bagi ekspor CPO jika Indonesia dapat berinvestasi pelabuhan di
Pakistan.Terutama untuk menyiapkan Pakistan sebagai hub untuk Eropa Timur,” katanya.
Kendati demikian, dia mengakui sejauh ini belum ada upaya pemerintah yang mengarah pada realisasi gagasan itu.
Ekonom Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar berpendapat usulan membangun pelabuhan dan tangki CPO sendiri di negara tujuan ekspor, terutama pasar nontradisional, merupakan langkah tepat.
Menurutnya, Holding Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara 111 (PTPN IU) dapat bekerja sama dengan BUMN lain dan perusahaan di Pakistan dan Rusia untuk membangun fasilitas itu. Menggandeng perusahaan setempat diperlukan untuk mengatasi ganjalan peraturan di negara tujuan.
Pelabuhan hendaknya dapat digunakan pula untuk kegiatan komersial lain atau bongkar muat komoditas lain di luar CPO untuk memenuhi aspek kelayakan [feasibility). “Kalau CPO saja, investasinya terlalu besar,” katanya.
Sumber: Bisnis Indonesia