Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengapresiasi langkah dan keputusan Pemerintah untuk menetapkan pungutan ekspor oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) terhadap minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya menjadi US$ 0/ton dari sebelumnya US$ 50/ton. Aturan ini berlaku sejak 4 Desember
2018.

Dalam surat keputusan No 152 tahun 2018 yang dikeluarkan oleh menetri keuangan tersebut menjelaskan, jika harga CPO kurang dari 570 US$/ ton maka tidak akan ada kutipan, jika harga CPO antara 570-619 US$/ton kutipan sebesar 25 US$ dan kutipan sebesar 50 US$ jika harga CPO di atas 619 US$/ton.

Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto mengungkapkan bahwa keputusan itu tidak disertai hasil studi yang matang soal dampak pungutan tersebut dengan anjloknya harga sawit di tingkat petani. SPKS mencurigai ada industri biodiesel yang bermain-main dengan keputusan itu yang sudah keasyikan mendapatkan subsidi dari sektor hulu perkebunan. Karena keputusan menteri keuangan tersebut masih mencantumkan kutipan yang sangat besar dan berdampak bagi rendahnya harga TBS ke depannya. Namun disisi yang lain, porsi distribusi dan pemaanfaatan
dana pungutan untuk petani sawit tidak seimbang dengan kontribusi dan dampaknya bagi petani sawit. Alokasi untuk subsidi biodiesel jauh lebih besar dibandingkan dengan alokasi replanting dan peningkatan SDM perkebunan.

SPKS menyebutkan, jika kutipan sebesar 50 US$ maka berkurang pendapatan petani sebesar Rp.124/kg dengan mengacu harga CPO internasional sebesar 480 US$/ton. SPKS tetap menyetujui adanya potongan CPO namun hanya sebesar 10 US$/ton dengan catatan dana tersebut dikelola oleh BLU yang bernaung dibawah kementerian pertanian. Lambatnya program untuk petani selama ini akibat salah urus oleh BPDP-KS yang bernaung dibawah kementerian
keuangan dan tidak paham masalah sawit dan lebih memperhatikan industri biodiesel. Maka dari itu, realisasi program untuk petani hanya 3 % dan sisanya adalah untuk biodiesel.

Darto mengungkapkan aturan tersebut tidak serta merta akan membantu kenaikan dan stabilitas harga TBS kelapa sawit daripetani, akan tetapi ada beberapa factor lain yang mempengaruhi harga tbs kelapa sawit. Seperti, over produksi, factor harga komoditas nabati jenis lainnyayang juga turun, serta tata kelola pembelian TBS petani yang tanpa pengawasan bagi pembeli pihak ketiga.

Terkait dengan capaian program B20 saat ini, SPKS juga menyoroti sumber produk bahan baku agar diperoleh dari petani yang sudah legal. Program B20 terkesan industri mau untung sendiri sebab perusahaan biodiesel itu juga memiliki kebun sawit. Kami juga meminta Presiden Jokowi untuk segera memastikan sumber produk B20 itu diperoleh dari perkebunan rakyat. Petani selalu

jadi penonton ditengah maraknya industri biodiesel dalam negeri dan seharusnya perkebunan rakyat harus diutamakan. Jika B20 untuk kepentingan nasional maka prioritaskan petani kelapa sawit. Kalkulasi SPKS, B20 itu diperoleh dari luas lahan 780.000 ha dan jika semuanya kebun rakyat maka petani akan memperoleh nilai tambah yang selama ini selalu menjual ke tengkulak dengan harga yang sangat rendah.

Marselinus Andry, Kepala Departemen Advokasi SPKS, mengungkapkan diterbitkan aturan peniadaan pungutan ekspor CPO oleh BPDP-KS, tidak berarti tanggung jawab Pemerintah selesai disitu. Akan tetapi, perlu ada solusi yang harus dipikirkan ke depan oleh Pemerintah agar mengembangkan pasar minyak sawit terutama kebutuhan dalam negeri tidak hanya program B20. Pemerintah harus mengembangkan hilirisasi dan end product dari industry sawit Indonesia, baik diindustri makanan, industy customary goods, dan industri kosmetik dan kesehatan.

Menurut Andry, perencanaan pengembangan hilirisasi berbagai industry berbasis minyak sawit sangat relevan dengan agenda moratorium yang akan berjalan di sector hulu. Karena ketercukupan produksi melalui pendekatan peningkatan produktivitas kelapa sawit dari luas lahan perkebunan sawit saat ini akan sangat mendukung demand bagi kebutuhan industry dalam negeri maupun kegiatan ekspor CPO dan turunannya. Perbaikan tata kelola BPDP-KS untuk pembangunan berkelanjutan serta pemberdayaan dan tata kelola bagi petani swadaya harus menjadi prioritas untuk mendukung peningkatan produktivitas perkebunan sawit rakyat, tegas Andry.

 

Sumber: SPKS