Provinsi Aceh memiliki 1 juta hektare lahan perkebunan produktif, dengan seluas 400.000 hektare di antaranya ditanami kelapa sawit, baik oleh perkebunan rakyat maupun perkebunan besar.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Azanuddin Kurnia mengatakan, Provinsi Aceh memiliki lahan yang luas dan ekonomis bagi perusahaan besar untuk berinvestasi pada tanaman kelapa sawit.

“Di Aceh, mulai dari pantai barat sampai pantai timur itu banyak lahan yang bisa digunakan untuk industri kelapa sawit. Dari sisi produksi, Aceh cukup banyak memproduksi kelapa sawit.” ujar Azanuddin kepada Bisnis. Rabu (13/2).

Pada 2018, dari sebanyak 146 perusahaan yang memiliki hak guna usaha (HGU) di Aceh, perusahaan kelapa sawit mendominasi kepemilikan HGU. sebanyak 61 HGU. Sementara hingga Desember 2018 berakhir, tutupan hutan di Aceh memiliki luas 3 juta hektare, diantaranya termasuk 1,7 juta hektare lahan di Kawasan Ekosistem Leuser.

Hal itu terbukti dari mendominasinya HGU yang diperoleh perusahaan kelapa sawit dibandingkan dengan HGU pada jenis tanaman lainnya. Menurut Azanuddin, luasnya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menanam sawit menjadi potensi yang bisa dimanfaatkan pihak swasta.
Distanbun Aceh berharap, besarnya potensi perkebunan sawit di Aceh tidak hanya dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak kelapa sawit mentah, tetapi juga bisa menghasilkan produk turunannya dengan membangun pabrik di Aceh. Misalnya pabrik minyak goreng, sabun, dan alat kosmetik.

“Kalau ada produk turunan sawit, dibangun pabrik, itu mampu menambah pendapatan daerah dan nasiona], bisa meningkatkan upah petani sawit yang ada di seluruh Aceh,” ujar Azanuddin.

Pada 2019, Distanbun Aceh merencanakan peremajaan kelapa sawit pada delapan kabupaten/ kota di Aceh. Dari seluas 205.519 hektare kebun sawit rakyat, potensi peremajaan seluas 96.964 hektare lahan. .Distanbun Aceh menargetkan peremajaan kebun sawit tahun ini seluas 12.785 hektare.

Roundtable on Sustainable palm oil (RSPO) melihat hamparan alam yang terdapat di Kalimantan dan Sumatera sebagai potensi besar terhadap produksi kelapa sawit di Indonesia.

Direktur RSPO Indonesia Tiur Rumondang menyebutkan, di Aceh baru dua perusahaan yang menjadi anggota RSPO dan terdapat empat pabrik kelapa sawit yang sudah bersertifikat RSPO. RSPO menerapkan standar kelapa sawit berkelanjutan dengan mengusung tiga kepentingan, yaitu planet, people, dan prosperity.

“Prosperity atau kesejahteraan tidak hanya melalui pendapatan ekonomi, tapi juga tatanan hidup yang seimbang,” ujar Tiur Rumondang di Banda Aceh.

Melalui standar itu, diharapkan perusahaan tidak hanya mendatangkan keuntungan ekonomi, tapi juga mensejahterakan masyarakat sekitar dan pekerjanya, tanpa melupakan jasa lingkungan yang telah memberikan keuntungan ekonomi bagi perusahaan.

“Artinya jika perusahaan menemukan lingkungan yang bisa dijaga karena keanekaragaman hayatinya masih tinggi itu wajib dijaga.”

Sumber: Bisnis Indonesia