JAKARTA – Pemerintah tengah mencari mekanisme agar produsen minyak goreng mendapatkan bahan baku dengan harga tetap, sehingga dapat memenuhi kewajiban untuk memasok ke pasar domestik.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan langkah tersebut untuk menjamin para pelaku usaha tidak merugi di tengah rencana penetapan domestic market obligation atau kewajiban pasok domestik minyak goreng kemasan sederhana.
“Paling tidak bahan baku minyak goreng tersedia dengan harga wajar sehingga produsen minyak goreng tidak rugi,” ujarnya saat ditemui Bisnis, akhir pekan kemarin.
Tjahya mengatakan sebelumnya Menteri Perdagangan telah meminta kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mematok harga komoditas crude Palm Oil (CPO) yang digunakan sebagai bahan baku minyak goreng dengan harga tetap. Namun, permintaan tersebut dinilainya sulit untuk terealisasi.
“Sudah pernah diajukan tetapi sepertinya tidak bisa karena mekanisme [pembelian bahan baku] selama ini dilakukan dengan cara lelang,” imbuhnya.
Dia menambahkan saat ini pemerintah sudah mengantongi besaran persentase minyak goreng yang harus dipasok ke dalam negeri. Akan tetapi, pemerintah masih akan melakukan negoisasi dengan para produsen.
“Pemerintah sudah ada perhitungan persentase sendiri tetapi masih akan didiskusikan dengan pelaku usaha,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah akan mengeluarkan aturan yang mewajibkan para produsen untuk memasok minyak goreng kemasan sederhana ke dalam negeri. Tujuan dari kebijakan tersebut yakni untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut harga CPO global menunjukkan tren kenaikan pada Mei 2017 dibandingkan dengan April 2017. Harga bergerak pada kisaran US$695 per metrik ton hingga USS740 per metrik ton.
Pada Juni 2017, harga CPO global berada dalam tren penurunan dengan kisaran US$640 per metrik ton hinga US$725 per metrik ton. Sedangkan, pada dua pekan pertama Juli 2017, harga masih bergerak stagnan dibawah US$700 per metrik ton.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GLMNI) Sahat Sinaga sebelumnya mengatakan akan v meminta kompensasi kepada pemerintah terkait rencana kewajiban memasok minyak goreng kemasan sederhana ke dalam negeri.
Kompensasi, sambungnya, harus diberikan jika pemerintah ingin mematok harga minyak goreng tetap rendah. Hal tersebut untuk menutupi kerugian yang ditanggung oleh produsen ketika harga sawit dunia mengalami kenaikan.
“Kalau selama harga sawit rendah tidak masalah tetapi kalau harga sawit di pasar dunia tinggi? siapa yang mau jual [minyak goreng] dengan harga rendah?,” ujarnya.
Sahat menjelaskan saat ini memang persentase minyak yang dipasok oleh produsen ke dalam negeri masih terbilang kecil. Secara keseluruhan, penggunaan produk turunan minyak sawit untuk kebutuhan domestik hanya berkisar 20%.
“Ekspor masih lebih dominan dibandingkan dengan domestik. Oleh karena itu, harga akan tetap berkiblat kepada ekspor,” paparnya.
Salah satu poin penting, menurut Sahat, adalah pengawasan. Pasalnya, beberapa pedagang ada yang masih memainkan harga komoditas itu.
“Pengalaman yang lalu biarpun kita jual dengan harga di bawah pasaran tetapi pedagang jual mahal. Jadi, ini penting siapa yang mengawasi,” jelasnya.
m. nuirahdi pratomo
Sumber: Bisnis Indonesia