Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono khawatir langkah Uni Eropa (UE) yang mendiskriminasikan sawit akan menimbulkan efek domino dengan munculnya pelarangan-parangan serupa dari negara lain. Jepang misalnya, saat ini juga berencana melakukan kajian terkait isu serupa dengan UE terkait sawit.

Joko Supriyono menuturkan, untuk itu langkah UE tersebut harus secara serius dikoordinasikan oleh Indonesia. Selain Jepang, saat ini Pakistan juga sudah mulai ada kampanye negatif sawit dengan isu kesehatan. “Ini bisa menjadi rujukan banyak negara, ikut-ikutan. Tiba-tiba nanti ada yang menerapkan serupa. Jepang misalnya, sekarang sudah mulai coba-coba buat restriction (larangan) soal itu, karena melihat UE, Pakistan juga. Ini yang harus segera kita kelola, jangan sampai kemudian melebar ke mana-mana,” ujar Joko saat seminar Peningkatan Kompetensi Wartawan dan Humas Pemerintahan tentang Industri Kelapa sawit Indonesia di Jakarta, kemarin.

Terkait rencana kebijakan UE, ujar dia,Gapki mendukung pemerintah karena Gapki tidak bisa sendiri dan harus bersama dan menjadi bagian dalam langkah yang diambil pemerintah. “Kita berhadapan dengan UE yang notabene adalah pemerintah. Nggak mungkin dunia usaha sendiri. Kami bersama bagian dari Pemerintah Indonesia. Kami sangat mendukung pemerintah dalam menangani masalah UE ini dan Gapki menjadi bagian di dalamnya,” kata Joko.

Di sisi lain, Joko mengatakan, pasar alternatif masih terbuka untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Ekspor sawit Indonesia ke Eropa sekitar 4,70 juta ton atau sekitar 13% dari total ekspor sawit nasional yang sebesar 34 juta ton, artinya bukan pasar dominan. “Alternatif selalu ada. Selalu ada jalan lain ke Roma. Masih ada pasar yang jauh lebih besar, India, Tiongkok, Pakistan, dan Bangladesh. Tapi, kita kan harus liat secara luas, tetap harus diperhatikan,” kata dia.

Dia menambahkan, pasar-pasar alternatif untuk ekspor minyak sawit Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan menggembirakan. Gapki mengelompokkan 10 pasar tujuan ekspor terbesar dan pasar yang ke-11 itu adalah negara lain (others).

Sumber: Investor Daily Indonesia