Petani di Kabupaten Tapanuli tengah mengeluhkan rendahnya harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dipatok para pedagang pengumpul atau toke, Juli 2019 ini, dari semula mencapai Rp1.000 per kilogram turun menjadi Rp600 per kilogram.

“Kita juga bingung, memasuki tahun ajaran baru sekolah anak-anak, justru harga sawit di daerah ini turun tanpa sebab yang jelas. Padahal saat sebelumnya harga sawit di daerah ini cenderung meningkat,” keluh Robet (36), seorang petani di Kecamatan Manduamas, Tapanuli Tengah, Jumat (19/7/2019).

Ia mengatakan, tidak hanya dirinya saja yang mengeluhkan rendahnya harga TBS di daerah ini, termasuk kalangan petani di wilayah kecamatan lain di kabupaten Tapanuli Tengah seperti di Kolang, Sorkam, Sibabangun dan Kecamatan lainnya.

“Kita juga jadi bingung dengan penurunan harga sawit ini, padahal memasuki tahun ajaran baru bagi anak-anak biaya sekolah tentu meningkat. Di mana penurunan harga sawit ini sampai beberapa kali penurunan ,“ jelas robet.

Sementara itu petani sawit lainnya di Kecamatan Sorkam, Sunarto (40) juga mengeluhkan penurunan harga sawit ini. Ia mengatakan, saat ini mayoritas petani di wilayah ini jarang yang memberikan pupuk untuk bahan penyubur tanaman kelapa sawit karena pendapatan tidak sesuai dengan pengeluaran.

“Kami berharap harga jual tandan buah segar kelapa sawit milik petani setempat naik agar bisa untuk membeli pupuk untuk bahan penyubur tanaman sehingga produksi tanaman kelapa sawit,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Rabu (29/5/2019) usai mengikuti rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian menyampaikan, selama ini harga sawit di Indonesia masih menggunakan referensi internasional, yakni CIF Rotterdam price. Hal ini pun membuat ketidakcocokan dengan pungutan ekspor (levy) yang diberlakukan.

“Untuk merumuskan bagaimana konsep kita dalam konsep levy, dan tetap hilirisasi juga jalan,” ujar Sahat.

Lebih lanjut, ia menjelaskan BPDP Sawit akan melakukan studi terlebih dahulu untuk mengatur harga sawit. Dalam studinya juga akan mempertimbangkan kebutuhan petani, pasar Eropa, India, dan China.

“Jadi akan dibikin studi untuk dibuat jalan keluarnya apa. Itu melihat kebutuhan petani, pasar Eropa, India dan China. Studi dilakukan oleh BPDP. Target selesai dua bulan lagi (Juli),” jelasnya. 

 

Sumber: Faseberita.id