KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan rantai suplai distribusi minyak goreng (migor) ke depannya akan berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya, sebab hal tersebut dipegang oleh pelaku industri migor.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menjelaskan dengan cara tersebut pihaknya bisa menentukan perusahaan atau pelaku yang terlibat dalam proses distribusi migor.

 

“Yang pastinya tidak sembarang perusahaan atau entitas yang bisa ikut. Kami harus tahu apa perusahaannya, kapasitasnya berapa, kapasitas produksi migor premium, sederhana atau curah berapa dan pasarnya kemana,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/3).

Bentuk kontrol ini, menurut Sahat, adalah upaya untuk menjaga pasokan migor aman ke depannya. Ia memastikan pasokan migor akan lebih dari cukup. Sahat berkata, kebutuhan migor curah per bulan berada di level 200.000 kiloliter per bulan. Memasuki bulan Ramadhan, porsi bertambah menjadi 240.000 kiloliter, hal ini akan berlangsung hingga Mei lalu menurun kembali ke 191.000 kiloliter.

 

Ia melanjutkan, saat ini pihak yang boleh terlibat dalam proses produksi dan distribusi migor adalah entitas yang tercatat dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang berada di bawah Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Saat ini, lanjut Sahat, pelaku industri yang sudah masuk dalam SIINas adalah 48 entitas dari total 72 perusahaan produsen migor di tanah air.

“Yang sudah daftar ada 48 perusahaan dari total kurang lebih 72 perusahaan. Yang tidak mau ikut, tidak usah dipaksa, akan ada sanski namun itu ditentukan oleh Perindustrian. Namun bagaimanapun ini tidak mudah. Paling mudah memproduksi migor premium, tak perlu tracking dan subsidi,” paparnya.

Lebih lanjut, GIMNI menilai saat ini persaingan keberadaan migor curah dan premium masih ditentukan oleh kemampuan daya beli. Saat ini, menurut Sahat, harga migor premium berada di angka kurang lebih Rp24.000 pr liter hingga Rp25.000 per liter. Menurutnya, di luar harga tersebut dianggap keterlaluan sebab harga CPO juga terpantau sudah menurun.

Sahat menguraikan, migor curah hanya boleh untuk masyarakat luas, UKM dan Usaha Kecil seperti penjual gorengan dan warung rumahan. Sedangkan segmen industri perhotelan harus membeli yang premium.

“Kami pikir, untuk kasus minyak oplos atau penjualan minyak curah dengan harga premium bisa lebih ditekan, mungkin kasusnya masih akan ada tetapi bisa ditekan dan ditrace,” tutupnya.

 

Sebagai informasi, meski pasokan minyak goreng kemasan mulai tampak di rak-rak peritel, harganya tak bisa dibilang murah. Pantauan KONTAN akhir pekan, harga goreng kemasan di peritel dibanderol paling murah Rp 48.000 per dua liter atau Rp 24.000 per liter.

Di pasar tradisional juga sama saja. Minyak goreng curah dijual paling murah Rp 20.000 per liter. Tak hanya itu saja, cobalah bertandang ke pasar bermunculan merek-merek baru minyak goreng kemasan dengan harga per liternya di atas Rp 20.000.

Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menetapkan aturan lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag ) No 11/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Curah per 16 Maret 2022.

Dalam aturan yang diteken Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.
Merujuk aturan yang sama, minyak goreng curah hanya boleh dijual untuk konsumen masyarakat dan pengusaha mikro dan kecil. Industri besar, industri menengah, termasuk pengemas dilarang menggunakan minyak curah.

 

 

Sumber: Kontan.co.id