Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) pada 14—19 Januari 2019. Tujuan Enggar bertolak ke negeri Paman Sam itu untuk meningkatkan kinerja ekspor non migas. Salah satunya dengan menindaklanjuti pemberian tarif preferensial (GSP) yang diperuntukkan bagi 3.546 produk Indonesia.
“Kunjungan kerja ke AS ini merupakan salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai ekspor nonmigas yang ditargetkan naik 7,5 persen dibandingkan tahun lalu, atau sebesar USD 175,9 miliar” jelas Mendag dalam keterangan resmi, Senin (14/1).
Untuk menindaklanjuti pemberian tarif preferensial yaitu sistem preferensi umum (Generalized System of Preferences/GSP), Enggartiasto dijadwalkan akan melakukan pertemuan bilateral dengan Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS (USTR Ambassador) Robert Lighthizer. Fasilitas GSP ini penting bagi Indonesia, sebab ada 3.546 produk Indonesia yang diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif mulai dari 0 persen.
“Dalam tujuh bulan terakhir, pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar status Indonesia dapat tetap dipertahankan di bawah skema GSP, karena program ini memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan,” jelasnya.
Pada Oktober 2017 lalu, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, dan Indonesia termasuk di dalamnya. Kemudian pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan melakukan peninjauan pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan.
Hal ini tertuang dalam Federal Register Vol. 83, No. 82. Pada 30 Mei 2018, AS juga mengumumkan akan melakukan peninjauan GSP terhadap Thailand. Politisi Partai Nasdem ini juga dijadwalkan bertemu dengan CEO Kamar Dagang dan Industri (Kadin) AS Tom Donohue, dan para pelaku usaha AS, yang bergerak di sektor alas kaki dan garmen; serta pertemuan dengan para calon investor potensial.
Selain itu, Mendag juga akan menghadiri seminar mengenai kelapa sawit, menghadiri forum bisnis, dan membuka penjajakan kesepakatan bisnis (business matching). Dimana, ada 15 pengusaha akan turut dalam misi dagang kali ini.
Pelaku usaha tersebut bergerak di sektor kelapa sawit, alumunium dan baja, hasil laut, kedelai dan gandum, kapas dan tekstil, kopi, ban mobil, emas dan perhiasan, serta daging sapi. Selain itu, turut serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Indonesia Biofuels Producers Association (APROBI-IBPA), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).
Untuk diketahui, total perdagangan Indonesia-AS mencapai USD 25,92 miliar, dimana Indonesia memperoleh surplus sebesar USD 9,7 miliar. Total perdagangan dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren positif sebesar 0,39 persen. Pada 2017, AS menjadi negara tujuan ekspor nonmigas ke-2 setelah Tiongkok dengan nilai USD 17,1 miliar. Produk ekspor utama Indonesia ke AS, antara lain udang; karet alam; alas kaki; ban, dan pakaian wanita.
Sementara dari segi impor, AS menjadi negara sumber impor nonmigas ke-5 bagi Indonesia senilai USD 7,7 miliar. Produk impor utama Indonesia dari AS, antara lain kacang kedelai, kapas, gandum, residu pabrik tepung dan limbah makanan, serta makanan olahan untuk hewan.
Sumber: Jawapos.com