JAKARTA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP KS) menyiapkan dana Rp 218-260 miliar untuk program riset sawit tahun ini. Saat ini, BPDP KS tengah menyeleksi sekitar 360 proposal penelitian oleh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, serta lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). Proposal itu mengajukan rencana penelitian di bidang hulu-hilir sawit.

Direktur Penyaluran Dana BPDP KS Edi Wibowo mengatakan, tahun ini, pembiayaan atas riset sawit dialokasikan sekitar 2% dari total penerimaan dana pungutan. Pada 2018, BPDP KS memproyeksikan pungutan ekspor atas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya mencapai Rp 10,90-13 triliun. “Untuk tahun ini, alokasi untuk riset sekitar 2% dari total pungutan yang diproyeksikan mencapai Rp 10,90-13 triliun,” kata dia di Jakarta, kemarin.

Pada 2017, BPDP KS mencatat ekspor CPO dan turunannya mencapai 37,40 juta ton dengan total nilai penerimaan dana pungutan Rp 14,20 triliun. Tahun ini, pungutan diperkirakan mencapai Rp 10,90-13 triliun dengan asumsi kinerja ekspor sama atau lebih baik dari 2017. Pada 2017, BPDP KS juga telah menyeleksi proposal atas riset sawit Dari hasil seleksi pada 2017, pendanaan atas 34 proposal penelitian bidang sawit mulai direalisasikan pada tahun anggaran 2018. Dana tersebut berasa] dari pungutan atas setiap ton ekspor minyak sawit dan turunannya yang dikelola BPDP KS.

Edi Wibowo mengatakan, proposal yang masuk ke BPDP KS itu ada yang terkait produksi, peningkatan produktivitas, hingga terkait masalah sosial ekonomi sawit Tahun ini, sudah ada sekitar 360 proposal yang masuk dari seluruh Indonesia ke BPDP KS. “Setelah dilakukan pembahasan dengan Komite Riset, ada sekitar 50 proposal yang dipresentasikan. Apakah itu akan didanai semua, tergantung nanti. Setelah proses, dicek kualitasnya,” kata Edi.

Khusus untuk riset penggunaan bioavtur, kata Edi, BPDP KS hingga kini belum dapat memastikan skema pendanaannya. Hal itu mengingat di dalamnya ada kerja sama antara Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki), lion Air, dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). “Nanti ada diskusi terbatas (FGD) untuk itu. Jadi, tergantung hasil FGD, apakah ada endorsement oleh kementerian lain. Kita lihat nanti,” kata Edi Wibowo.

Selain untuk litbang, BPDP KS juga membiayai program peremajaan kebun kelapa sawit rakyat pengembangan kapasitas sumber daya manusia, promosi, serta insentif atas pengadaan biodiesel. Pembiayaan untuk penyediaan biodiesel merupakan insentif dan bukan merupakan subsidi. Insentif biodiesel adalah salah satu wujud keberpihakan pemerintah kepada masyarakat “Sumber dananya bukan dari APBN, sehingga negara tidak mengeluarkan uang untuk insentif ini,” jelas dia.

Dia menjelaskan, dana yang digunakan dipungut dari perusahaan yang melakukan ekspor komoditas kelapa sawit dan dikelola oleh BPDP KS. Dengan adanya skema insentif ini, pemerintah tidak perlu mengeluarkan APBN sebesar Rp 21 triliun pada periode 2015-2017 untuk implementasi kebijakan mandatori biodiesel. “Pemerintah juga menghemat devisa hingga Rp 14,83 triliun per tahun karena tidak perlu impor bahan bakar solar sekitar 3 juta kiloliter,” tutur Edi.

Penghematan dana itu untuk perluasan berbagai macam program pemerintah, termasuk penanggulangan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Insentif diberikan kepada perusahaan karena mereka memproduksi biodiesel. Semua perusahaan yang memproduksi biodiesel dan memenuhi syarat kualitas dapat menjadi penyalur biodiesel. Besaran insentif tergantung jumlah biodiesel yang disalurkan. Tanpa insentif, penyaluran biodiesel sulit dilakukan oleh perusahaan karena harga indeks pasar biodiesel lebih tinggi dari harga indeks pasar bahan bakar solar saat ini.

Skema tersebut juga berperan menaikkan taraf hidup petani sawit karena peningkatan harga tandan buah segar (TBS) yang mengikuti kenaikan harga CPO. Jika hasil produksi petani ini tidak diserap melalui program biodiesel ini, harga TBS bisa turun dan mengurangi pendapatan petani. “Pemberian insentif untuk biodiesel ini bersifat sementara. Jika harga indeks pasar bahan bakar solar naik dan menyamai harga indeks pasar biodiesel, tidak perlu Jagi insentif,” kata Edi.

Sumber: Investor Daily Indonesia