Harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus memecahkan rekor. Prospek menarik pun menanti komoditas tersebut tahun ini.

Sepanjang sembilan bulan pertama 2020, harga beberapa komoditas mengalami tekanan yang cukup dalam, termasuk minyak kelapa sawit mentah alias crude palm oil (CPO). CPO mencapai level terendahnya pada Mei 2020, di level 1.939 ringgit Malaysia per ton. Penurunan tersebut disebabkan rendahnya permintaan CPO lantaran pandemi Covid-19 di negara importir, seperti India dan China.

Namun, perlahan, mulai pulihnya perekonomian dunia mendorong kenaikan konsumsi CPO. Meskipun di sisi lain, suplai CPO mengalami penurunan akibat kekeringan yang terjadi pada tahun 2019. Kondisi tersebut mendorong terjadinya kenaikan harga CPO pada kuartal III/2020 hingga kuartal IV/2020.

Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Rabu (17/3), harga CPO untuk pengiriman April 2021 naik ke level 4.215 ringgit per ton. Adapun, pada pekan lalu, harga komoditas ini juga mencetak rekor penguatan harian tertinggi sejak 2011.

Pendiri Ellen May Institute (EMI), yakni Ellen May, menilai rendahnya suplai CPO masih tampak hingga Februari 2021. Persediaan CPO Malaysia menurun pada Februari di bawah level 1,5 juta ton. Level tersebut menjadi persediaan terendah sejak 2011. Di sisi lain, tingkat produksi CPO Malaysia berada di bawah 1,2 juta ton/ bulan, terendah sejak 2017.

“Kondisi serupa terjadi di Indonesia, produksi CPO 2020 turun 0,3% YoY menjadi 47 juta ton, sedangkan permintaan tumbuh 3,6% YoY, meskipun secara persediaan mengalami peningkatan sebesar 6% YoY pada 4,8 juta ton pada akhir 2020,” jelasnya, Senin (15/3).

Kondisi tersebut membuat harga penjualan rata-rata (ASP) CPO naik 20% YoY menjadi 2.686 ringgit Malaysia per ton pada akhir tahun. Dengan posisi cadangan di Malaysia serta Indonesia yang masih rendah serta ekspektasi permintaan yang pulih setelah pandemi pada 2020 dan harga komoditas yang akan mengalami kenaikan akibat inflasi, membuat harga CPO pada 2021 masih akan atraktif.

“Peningkatan produksi dari produsen CPO dikombinasikan dengan harga CPO yang stabil akan mendorong profitabilitas emiten berbasis CPO pada 2021,” katanya.

Dia melanjutkan saat ini, sebagian besar konsumsi CPO untuk digunakan sebagai cooking oil. Ke depannya, komoditas CPO berpotensi menjadi primadona menggantikan solar.

Keberhasilan Indonesia terhadap program B30 menjadi titik balik kebangkitan harga CPO pada 2019 dan diharapkan program tersebut nantinya bisa dilanjutkan ke tahap yang lebih lanjut, seperti B40, agar harga CPO bisa menjadi lebih stabil.

Hal tersebut tecermin sepanjang 2020, konsumsi CPO untuk biodiesel meningkat sebesar 23,9% YoY menjadi 7,2 juta ton, level tersebut berkontribusi 41% dari total konsumsi CPO domestik.

Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) menargetkan konsumsi biodiesel mencapai 9,2 juta kiloliter pada 2021, sehingga membutuhkan sekitar 8 juta ton CPO.

Setali tiga uang, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan salah satu sentimen pendukung kenaikan harga CPO adalah serangan yang terjadi pada salah satu kilang minyak di Arab Saudi oleh suku Houthi.

Hal ini bakal mengerek naik harga minyak mentah, sekaligus meningkatkan daya daya tarik bahan bakar biodiesel sebagai subsitusinya yang merupakan produk olahan dari CPO.

Ibrahim melanjutkan peluang penguatan lanjutan harga CPO masih terbuka, salah satu pendorongnya karena rencana Pemerintah Indonesia kembali mengembangkan bahan bakar biodiesel B30. Selain itu, prospek tersebut juga diikuti oleh sentimen cuaca hujan yang akan dihadapi Indonesia dan Malaysia sebagai pengekspor utama CPO.

“Gangguan cuaca ini akan menyebabkan proses panen raya terhambat sehingga proses transportasi dan distribusi CPO juga akan turut tersendat,” katanya.

Ibrahim memprediksi pergerakan harga CPO hingga semester 1/2021 akan berada di kisaran 3.600 hingga 4.000 ringgit per ton. Menurutnya, setelah menyentuh level 4.000 ringgit per ton, harga CPO akan mulai terkoreksi.

“Penurunan terjadi seiring pergantian musim di wilayah Eropa dan AS yang memungkinkan mereka kembali menanam biji kedelai. Penurunan harga akibat penambahan pasokan ini juga akan dirasakan di negara-negara penghasil CPO,” ujarnya.

KONDISI MALAYSIA

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mencatat Malaysia akan merilis angka produksi CPO untuk bulan Februari 2021. Konsensus memperkirakan produksi CPO Malaysia pada Februari akan lebih tinggi daripada bulan sebelumnya. Dengan demikian, hal tersebut akan menjadi risiko penurunan harga CPO global untuk pekan ini.

Selain itu, konsensus memperkirakan ekspor CPO Malaysia pada Februari akan lebih rendah daripada bulan sebelumnya. Alhasil, berdasarkan konsensus, persediaan CPO Malaysia akan meningkat sebesar 6,1% secara month-on-month (mom).

Namun, Mirae Asset menilai angka ekspor CPO Malaysia pada Februari bisa lebih rendah daripada angka Januari, karena Februari memiliki jumlah hari yang lebih sedikit daripada Januari.

Secara keseluruhan, Mirae Asset menilai harga CPO global akan diperdagangkan lebih tinggi di tengah estimasi inventaris yang lebih tinggi pada Februari.

Adapun, untuk saat ini, saham PT Astra Agro LestariTbk. (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP), dan saham lainnya yang terkait CPO diproyeksi akan menarik pekan ini.

 

Sumber:  Bisnis Indonesia