JAKARTA – Pasokan minyak goreng kemasan sederhana dari produsen ke ritel modern jelang Ramadan terhambat proses administrasi sehingga stok belum sepenuhnya tersalurkan.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNII Sahat Sinaga menilai rumitnya administrasi menjadi penyebab para produsen belum bisa memenuhi permintaan peritel terhadap minyak goreng curah kemasan sederhana.
“Jadi, pasokan yang masuk ke ritel modern baru 50% dari jumlah yang diminta. Permintaan pada April 2017 sebanyak 6.200 ton baru bisa dipenuhi 3.100 ton,” kata Sahat kepada Bisnis, Kamis (25/5).
Dia menjelaskan para peritel modern memiliki sistem yang berbeda seperti urusan pendaftaran barang, prapemesanan, dan sistem pembayaran. Akibatnya, banyak produsen yang kesulitan saat ingin memasok produk mereka.
Namun, dia menjamin jumlah stok yang tersedia siap memenuhi kebutuhan Ramadan dan Lebaran 2017.
“Meski masih kurang di ritel modern, di pasar curah kita pasok pada Maret 2017 sebanyak 340.000 ton dan April 2017 sebanyak 340.000 ton. Jadi, yang 11.000 ton [perkiraan permintaan ritel modern 1 itu sebenarnya kecil,” jelas Sahat.
Jelang Ramadan dan Lebaran tahun ini, dia telah memperkirakan terjadi kenaikan permintaan untuk tiga jenis produk. Pemakaian minyak goreng curah menurutnya bakal meningkat 11 % dibandingkan dengan hari biasa sebanyak 270.000 ton-280.000 ton tiap bulan menjadi 335.000 ton-347.000 ton.
Hal serupa, menurut Sahat juga terjadi pada pemakaian minyak goreng untuk industri makanan. Pemakaian akan meningkat dari 75.000 ton-85.000 ton per bulan pada hari biasa menjadi 107.000 ton-114.000 ton.
Dia menambahkan kenaikan juga bakal terjadi untuk minyak goreng premium yang biasa dijual melalui pasar modern. Kenaikan diprediksi dari 70.000 ton-80.000 ton per bulan menjadi 103.000-105.000 ton.
“Kami (produsen) antisipasi dalam perencanaan produksi industri dengan selalu punya buffer stock,” imbuhnya.
Terkait dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah kemasan sederhana di ritel modem, Sahat menyatakan tak masalah dengan besaran harga yang dipatok. Pasalnya momentum tersebut bertepatan dengan harga sawit di pasar internasional yang mengalami penurunan.
Sejak 10 April 2017 pemerintah telah memberlakukan HET untuk minyak goreng kemasan sederhana senilai Rp 11.000 per liter di gerai ritel modem. Ketentuan tersebut telah disepakati oleh Kementerian Perdagangan dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan saat ini pasokan minyak goreng curah kemasan sederhana masih kurang dari harapan peritel. Pihaknya mengatakan jumlah yang diterima baru sekitar 50%.
“Kita membutuhkan 11,5 juta liter per bulan, sedangkan untuk Lebaran mencapai 14 juta liter per bulan. Namun, yang dipasok baru 6 juta liter,” jelas Roy.
Terkait dengan proses administrasi, dia mengklaim hal tersebut hanya terjadi di tempat tertentu. Beberapa penyebab, menurutnya, antara lain keterlambatan maupun kesalahan faktur penjualan.
Roy menilai penyebab utama belum terpenuhinya permintaan ritel akibat proses penyesuaian kemasan yang sedang dilakukan oleh para produsen.
“Karena yang masuk itu minyak goreng curah kemasan sederhana, produsen premium, misalnya, perlu melakukan shifting atau menambah Uni produk baru,” imbuh dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan kebutuhan domestik biasanya meningkat 10% pada Ramadan dan Lebaran. 0
M. Nur hadi Pratomo
Sumber: Bisnis Indonesia