Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Omnibus Law segera disahkan DPR karena diharapkan menjadi solusi atas rumitnya perizinan di sektor sawit. Omnibus Law merupakan upaya nyata untuk memperbaiki daya saing Indonesia. “Gapki harus menjadi bagian dari lahirnya Omnibus Law dengan turut aktif berkontribusi di dalamnya. Ini tak lain demi kepentingan sektor sawit nasional,” kata Ketua Pengurus Pusat Gapki Joko Supriyono seperti dilansir Antara.

Joko Supriyono mengungkapkan hal tersebut saat menghadiri pelantikan Pengurus Gapki Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) di Palembang, Rabu (12/2). Gapki mendorong pemerintah segera mengajukan permohonan ke DPR agar penyederhanaan proses perizinan segera terealisasi. Gapki juga telah meminta kepengurusan Gapki di tingkat daerah turut aktif mengawal proses ini hingga RUU tentang Omnibus Law disahkan oleh DPR. Peran Gapki di daerah sangat penting karena nantinya menjadi lokasi implementasi dari Omnibus Law itu. “Nanti pasti ada produk turunannya yakni peraturan pemerintah (PP) dan Gapki di daerah harus mengawal itu,” kata dia.

Karena itu, dalam proses ini sangat dibutuhkan kerja sama dan komunikasi dengan pemerintah mengingat lahirnya Omnibus Law ini sangat dinanti-nantikan pelaku usaha sawit. Di tengah kencangnya kampanye hitam dan proteksi produk sawit Indonesia di negara-negara Eropa, Joko Supriyono mengatakan Omnibus

Law merupakan upaya nyata untuk memperbaiki daya saing Indonesia. Omnibus Law di bidang pengelolaan Kelapa Sawit juga sekaligus dapat menjadi muara dari moratorium perizinan Kelapa Sawit maupun rencana penerbitan Perpres tentang Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang hingga bertahun-tahun tak selesai.

Pada bagian lain, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menjelaskan, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Indonesia mulai meningkat lagi menjadi Rp 8.700 per kilogram (kg) setelan stok berkurang di tengah produksi tandan buah segar (TBS) yang masih rendah. “Sebelumnya harga sempat turun tinggal Rp 8.400 per kg. Bahkan di beberapa daerah, harganya lebih rendah dari Januari 2020,” ujar dia di Medan, Sumatera Utara.

Harga CPO yang melemah juga terjadi di Rotterdam dan Malaysia, serta juga di pasar lokal. Harga CPO di pasar internasional memang dipengaruhi kuat antara permintaan dan tingkat produksi. Derom menyebutkan masih ada sejumlah kontrak ekspor CPO pada Januari yang belum dikapalkan. “DMSI berharap, kontrak-kontrak itu berjalan terus tanpa ada pembatalan pasca-gangguan perdagangan baik di Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE),” ujar Derom. Meskipun demikian, ada prediksi masih akan terjadi penurunan permintaan dari Tiongkok karena dampak Virus Korona dan kemungkinan kembalinya negara itu mengimpor minyak nabati dari AS menyusul adanya perjanjian baru antar kedua negara.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia