Hilirisasi pengembangan minyak sawit ke arah bio energi, khususnya biodiesel harus terus didorong karena menguntungkan bagi masyarakat dan negara. Penyerapan sawit pun semakin besar.

Industri turunan minyak sawit harus terus dikembangkan karena sangat memberi keuntungan besar bagi masyarakat dan negara. Salah satunya potensi bioenergi yang besar.

Pemerintah pun menargetkan penggunaan minyak sawit sebagai biodiesel melalui mandatori B20. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI Joko Supriyono mengatakan, keberadaan minyak sawit yang terus memberikan kontribusi besar bagi negara dan masyarakat.

Salah satunya melalui pengembangan industri turunan minyak sawit sebagai bioenergi, yang juga menguntungkan secara lingkungan.

Menurut Joko, minyak sawit harus terus dikembangkan, supaya memberikan banyak keuntungan bagi pendapatan negara, sosial masyarakat dan lingkungan yang lebih baik. “Penggunaan minyak sawit untuk biodiesel harus didorong terus, sehingga penyerapan minyak sawit semakin banyak,” katanya.

Melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pemerintah juga sudah melakukan banyak penelitian dan inovasi yang mumpuni, guna memajukan produk hilir di Indonesia. Berbagai hasil penelitian dan inovasi dilakukan BPPT bekerjasama dengan perguruan tinggi,
perusahaan dan pihak lainnya, guna memajukan industri hilir minyak sawit.

Peneliti BPPT Agus Kismanto menuturkan, bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat potensi untuk terus dikembangkan sebagai bioenergi. Karena penggunaan minyak sawit sebagai bioenergi, harus terus didorong, supaya menjadi sumber energi hijau dan terbarukan. “Bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat potensi untuk terus dikembangkan di Indonesia dan dunia,”jelasnya. Hal serupa juga dikatakan Ketua Umum Ikatan Ahli Biofuel Indonesia (IKABI),

Dr. Tatang Hernas S. Menurutnya, keberadaan minyak sawit yang sangat potensi untuk dikembangkan sebagai bahan bakar minyak cair.

Untuk itu keberadaan minyak sawit harus terus didukung oleh semua pihak. “Potensi minyak sawit sebagai bahan bakar minyak cair, sangat besar peluangnya untuk terus dikembangkan di Indonesia,” terang Tatang.

Produk Surface Active Agent (Surfaktan) yang berguna bagi pembersih, juga memiliki peluang dikembangkan dari minyak sawit. Menurut periset dari Surfactant, Bioenergi Research Centre (SBRC) IPB, Dr. Dwi Setyaningsih, minyak sawit sebagai bioenergi juga sangat potensi dikembangkan sebagai surfaktan, dimana aplikasi penggunaannya sangat luas bagi industri pertambangan, industri sabun dan sebagainya. SBRC-IPB juga mendapatkan dukungan pendanaan riset dari BPDP KS, untuk terus melakukan riset aplikasi surfaktan berbasis minyak sawit. Bertujuan mengembangkan berbagai produk hijau terbarukan berbahan baku minyak sawit. “SBRC IPB sangat konsen untuk pengembangan surfaktan melalui minyak sawit,” jelas Dwi.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian juga sudah mendorong peranan pasar domestik untuk terus meningkatkan konsumsi minyak sawit dalam negeri melalui program mandatori biodiesel. Pasalnya, sebagai industri strategis, minyak sawit memiliki peluang besar dalam mendulang devisa negara. Sehingga dibutuhkan strategi bersama yang dapat mendorong tumbuhnya kontribusi minyak sawit bagi negara di masa depan.

Menurut Kasubdit Industri Hasil Perkebunan non Pangan, Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Lila Harsyah Bakhtiar, ST, MT, keberadaan industri turunan minyak sawit harus mendapat dukungan semua pihak, agar pengembangan industri minyak sawit terus berjalan. “Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, industri turunan minyak sawit harus terus dikembangkan di Indonesia,” ujarnya. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), MP Tumanggor mengatakan, keberadaan industri biodiesel Indonesia menjadi persoalan besar masih melanda industri lantaran produksi masih jauh dari kapasitas industri. Karena itu APROBI mendorong penggunaan konsumsi biodiesel lebih besar di lndonesia.”Kami berharap konsumsi biodiesel bisa terus meningkat di Indonesia, seperti mandatori B30 diharapkan segera terealisasikan,” ujarnya. Menurut Manager Operasional Supply Chain, Direktorat LSCI PT Pertamina (persero), Gema Iriandus Pahalawan, keberadaan biodiesel minyak sawit, membantu ketersediaan pasokan bahan bakar nasional. “Biodiesel berbahan baku minyak sawit sangat membantu ketersediaan bahan bakar biodiesel,”katanya. Di sisi hulu, pemberlakuan Indonesian Sustainable palm oil (ISPO) secara mandatori, telah berhasil menyertifikasi lahan perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 3 juta hektar. Berdasarkan data Kementerian Pertanian RI 2018, sebanyak 467 Sertifikat ISPO, telah berhasil diberikan kepada para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. Sementara pada tahun 2018 lalu, minyak sawit mentah berkelanjutan (CSPO) bersertifikat RSPO diperkirakan tembus sebesar 12,43 juta ton, dimana sebesar 52% berasal dari Indonesia atau sebesar 6,5 juta ton, belum lagi yang bersertifikasi ISCC. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP), Dono Boestami mengakui, keberhasilan minyak sawit sebagai minyak nabati terbesar dunia merupakan bagian dari keberhasilan pembangunan nasional. Pasalnya, melalui pengembangan minyak sawit, maka Indonesia dapat turut memerangi kemiskinan di Indonesia.

“Ekonomi yang dihasilkan dari pengembangan minyak sawit, mulai dari perkebunan kelapa sawit hingga produk hilirnya telah memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat di Indonesia/\’jelas Dono.

Advisor senior dari Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan mengatakan, keberhasilan pembangunan minyak sawit di berbagai daerah, juga ditopang dari banyaknya partisipasi masyarakat yang terlibat membangun usaha kelapa sawit. Dengan keterlibatan masyarakat itu, maka usaha minyak sawit berkelanjutan harus terus didorong oleh semua pihak. “Masyarakat harus terus terlibat aktif dalam usaha minyak sawit berkelanjutan, supaya mendapatkan manfaat ekonomi untuk kesejahteraan hidupnya,” tandas Abetnego.

Sumber: Mediaperkebunan