Indonesia dan sejumlah negara pengekspor minyak sawit utama Thailand, Colombia, Nigeria, dan Malaysia mendapat dukungan positif terkait pembuktian bahwa kampanye sawit kotor justru bertentangan dengan pencanangan tujuan pembanguhan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). sawit tidak merugikan lingkungan asal dilakukan terukur dan seimbang. 

Dubes Indonesia untuk Swedia Bagas Hapsara kepada Antara di London, Jumat (1/2), mengatakan bahwa Indonesia konsisten untuk tetap memperjuangkan isu kelapa sawit di Eropa. KBRI Stockholm dan Royal Institute of Technology (KTH), mengadakan seminar mengenai kontribusi tanaman pertanian khususnya sawit yang dihadiri sekitar 100 peserta yang mewakili institusi pemerintah, akademisi, pengambil kebijakan, produsen sawit, industri dan LSM. 

Bagas menjelaskan, kajian ilmiah salah satu universitas terkemuka di Stockholm, Royal Institute of Technology (KTH), menyebutkan ternyata kelapa sawit tidak merugikan lingkungan asal dilakukan dengan terukur dan seimbang. Bahkan sesuai tujuan pembangunan PBB, pengembangan kelapa sawit justru mengurangi kemiskinan. Tampil sebagai pembicara yang mewakili Indonesia yaitu Kepala Badan Pengembangan Kebijakan (BPPK) 

Kementerian Luar Negeri RI Siswo Pramono dan Ingrid Born yang keduanya mendukung temuan dalam kajian ilmiah dari KTH Swedia. 

Disebutkan, riset dan pengembangan tentang kelapa sawit masih dilihat secara parsial yang menyudutkan negara pengekspor sawit. Padahal, semestinya harus dilihat secara keseluruhan, yaitu keputusan Bonn Challenge tentang restorasi tanah, konvensi Aichi keanekaragaman hayati dan Persetujuan Perubahan Iklim di Paris. 

Sementara itu, Linda Andersson dari ViSkogen mengatakan bahwa tujuan SDGs adalah untuk memerangi kemiskinan, bukan membuat jurang kemakmuran. Pandangan ini didukung Antonia Simon Stenberg dari Oriflame Cosmetic yang menyebutkan langkah pengeskpor sawit seperti Indonesia sudah tepat, karena sudah melakukan berbagai upaya reformasi kebijakan, serta inisiatif konkrit lainnya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. 

Sementara Andres Garcia dari Colombia menyatakan sawit tidak hanya berkontribusi secara ekonomi, tapi juga bermanfaat bagi upaya penyelesaian konflik di negara. Salah seorang pakar Indonesia Fumi Harahap yang merupakan kandidat jurusan Energi dan Studi Iklim KTH menyatakan perlunya mengkaji semua potensi dari palm biomass residue.

Sumber: Investor Daily Indonesia