JAKARTA. Sengketa dagang Indonesia melawan Uni Eropa mengenai diskriminasi sawit di Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization (WTO) tetap bergulir meski di tengah pandemi Covid-19. Indonesia telah nienyiapkan pengajuan panel atas gugatan ini ke WTO.

Seperti diketahui, gugatan Indonesia ke Uni Eropa lantaran wilayah itu menerapkan kebyakan diskriminatif terha-dap produk sawit Indonesia. Kebyakan tersebut dinilai ber-potensi merugikan Indonesia.

“Indonesia sudah siap dengan dokumen filling request untuk pembentukan panel,” ujar Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemdag) Prad-nyawati saat dihubungi KON-TAN, Minggu (7/6).

Sebelumnya Indonesia mengajukan gugatan atas rencana pemberlakuan kebyakan RED IIoleh Uni Eropa dan Delegated Regulation (DR). Kebijakan tersebut dianggap merugikan bagi Indonesia.

Pasalnya, penerapan kebijakan tersebut melarang peng-gunaan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel. Hal dila-kukan berdasarkan status risi-ko tinggi perubahan penggu-naan lahan tidak langsung pada minyak sawit yang dite-tapkan Uni Eropa.

Meski sudah siap, tapi Prad-nyawati bilang pengajuan panel di WTO akan dilakukan menunggu operasional kem-bali WTO. Menurut dia saat ini kantor WTO dan sidangnya yang berpusat di Jenewa, Swiss masih tutup. Hal itu sebagai imbas pandemi virus corona (Covid-19) yang terjadi.

Sebagai informasi, pada Februari 2020 Indonesia dan Uni Eropa telah melakukan konsultasi dengan memberi-kan sejumlah pertanyaan. Terdapat 108 pertanyaan hasil koordinasi antara kementeri-an/lembaga terkait, asosiasi/ pelaku usaha sawit, tim ahli, dan tim kuasa hukum Peme-rintah Indonesia.

Ekspor masih normal

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimis Indonesia bisa menang dalam gugatan di WTO.

“Harusnya Indonesia punya peluang untuk menang,” ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono saat dihubungi KONTAN secara terpisah, Minggu (7/6).

Menurutnya, tindakan diskriminatif Uni Eropa dinilai penting untuk digugat. Hal ini agar kebijakan serupa tidak ikut diterapkan di negara lain yang menjadi penghambat ekspor.

Oleh karena ituGapkimen-dukung langkah pemerintah untuk melakukan panel ke WTO. Meskipun saat ini kebijakan tersebut belum berjalan dan belum memberi dampak pada ekspor sawit Indonesia ke negara Uni Eropa.

“Belum berdampak, ekspor masih normal. Kalau tidak sa-lah mulai 2021 (diterapkan) dengan berbagai penahapan hingga berlaku penuh nanti 2030,” terang Joko.

 

Sumber: Harian Kontan