Produsen minyak goreng kemasan dalam negeri meminta agar pemerintah memberikan insentif bagi produknya agar dapat bersaing dengan minyak goreng curah di pasaran, jelas Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).
GIMNI menyarankan bahwa insentif tersebut dapat berupa pajak ditanggung pemerintah (PPN DTP), sebuah laporan yang diunggah pada laman resmi Gabungan Pengusaha Minyak Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memberitakan pada harı Senin (2/4).
“Kami sampaikan ke Mendag bahwa sekarang orang tidak terlalu tertarik membeli karena harganya mahal,” demikian Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga mengatakan. Ia mengatakan kepada KONTAN bahwa salah satu cara menarik minat masyarakat untuk membeli minyak goreng kemasan adalan dengan memberikan insentif PPN DTP tersebut, paling tidak hingga Desember 2019.
Minyak goreng kemasan sederhana dijual sekitar Rp11.000 – Rp 12.000 per liternya sementara minyak goreng curah dijual Rp 10.500 per liternya.
Sinaga juga meminta agar bea keluar dan besaran dana pungutan BPDP Kelapa Sawit diturunkan.
Permintaan ini disampaikan merespon keinginan Kementerian Perdagangan untuk mewajibkan produsen duntuk menghasilkan 20 persen dari produksinya berupa minhyak goreng kemasan mulai tahun ini. Pemerintah menargetkan bahwa pada tahun 2020, semua industri minyak goring wajib hanya memproduksi minyak goreng kemasan.
Pemerintah kini memberlakukan dana pungutan ekspor untuk produk Refine Bleach Deodorized (RBD) Palm Oil sebesar $30 per ton sementara untuk RBD Olein kemasan dibawah 25 kilogram ditetapkan $25.
GIMNI mengusulkan bahwa dana pungutan tersebut diturunkan menjadi $5 and $2 bagi masing masing produk.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri pada Kementerian Perdagangan, Tjahja Widayanti mengatakan bahwa kewenangan atas insentif tidak berada pada kementriannya namun pada kementrian koordinasi untuk ekonomi.
Sumber: Thepalmscribe.id