JAKARTA. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS) telah menyalurkan dana insentif biodiesel sebesar Rp 3,24 triliun hingga April 2018. Insentif diberikan untuk penjualan biodiesel sebesar 970.000 kiloliter (kl) atau setara dengan 30,1% dari target 3,22 juta kl.

Direktur Penyaluran Dana BPDPKS Edi Wibowo mengatakan, penyaluran insentif biodiesel akan terus berlanjut. Hal itu dipastikan setelah BPDPKS menandatangani perjanjian pembiayaan insentif biodiesel dengan 19 badan usaha yang memproduksi Bahan Bakar Nabati (BBN). Insentif akan diberikan untuk jumlah 1,46 juta kl.

“Kami optimis dana yang dianggarkan untuk insentif biodiesel masih akan cukup sampai akhir tahun,” ujarnya akhir pekan lalu.

Optimisme itu didasarkan pada harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tahun ini yang berada direntang US$ 70 – US$ 80 per barel. Harga itu lebih tinggi dibandingkan rentang harga CPO tahun 2017 di kisaran US$ 60 – US$ 65 per barel. Semakin mahal harga CPO, maka insentif yang dibayarkan BPDPKS semakin kecil.

“Bahkan insentif tidak diperlukan lagi bila harga CPO di pasar global mencapai US$ 90 per barel,” beber Edi.

Sampai akhir tahun ini, Edi bilang, BPDPKS menargetkan dapat menyalurkan insentif biodiesel mencapai sebesar Rp 9,8 triliun. Jumlah dana itu untuk target volume sebesar 3,22 juta kl. Volume subsidi ditujukan untuk public service obligation (PSO) dan pembangkit listrik 3 juta kl. Sedangkan untuk non-PSO sebesar 200.000 kl dan untuk kereta api 20.000 kl. “Untuk non-PSO masih akan didiskusikan lagi dengan Kementerian ESDM,” imbuhnya.

Dana itu akan diambilkan dari pungutan sawit oleh yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp 10,5 triliun. Dari jumlah itu realisasi pungutan dana sawit hingga April 2018 mencapai sebesar Rp 4 triliun.

Stabilkan harga CPO

Selain insentif biodiesel, BPDPKS juga mengalokasikan dana sebesar Rp 4,6 triliun untuk peremajaan kelapa sawit. Sedangkan untuk biaya penelitian dan pengembangan sawit sebesar Rp 100 miliar. Dalam bidang penelitian, Edi bilang, pihaknya telah menerima 369 proposal terkait sawit dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Dari jumlah itu baru 34 proposal yang telah diseleksi dan anggaranya akan dikucurkan tahun ini.

Pemberian insentif untuk produk biodiesel diklaim BPDPKS dapat menstabilkan harga CPO di pasar global di kisaran US$ 655 per ton. Dengan posisi Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia, maka pengurangan ekspor CPO akan berdampak pada harga di tingkat global.

Apalagi, BPDPKS mencatat, hingga April 2018, sebanyak 19 Badan Usaha BBN yang akan menyalurkan biodiesel memiliki kapasitas terpasang yang besar mencapai 11,62 juta kl. Angka ini cukup untuk mendukung pelaksanaan peningkatan mandatori biodiesel menjadi 30% yang ditargetkan pada tahun 2020.

Untuk meningkatkan penjualan biodiesel, pelaku usaha juga tengah menjajaki ekspor kembali ke Uni Eropa (UE). Hal itu dilakukan pasca Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) menolak putusan anti dumping UE terhadap produk biodiesel Indonesia.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, Indonesia setidaknya bisa kembali mengekspor sekitar 500.000 kl biodiesel ke Uni Eropa. Target itu lebih rendah dibandingkan ekspor biodiesel Indonesia pada tahun 2014 yang mencapai sebanyak 1,8 juta kl.

“Tahun ini beberapa perusahaan sudah mulai mengirimkan sampel biodiesel ke beberapa negara di Eropa untuk persiapan ekspor,” ujarnya.

Produksi dan Distribusi Biodiesel Dalam Lima Tahun Terakhir (kiloliter).

 

Sumber: Harian Kontan