Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) masih menyusun rancangan kebijakan ekspor crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
NERACA
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengungkapkan, Bappebti akan mengedepankan kehati-hatian dalam penyiapan bursa berjangka CPO.
“Kami menjaga agar kebijakan dan ketentuan yang tengah disusun tidak bertabrakan. Terkait dengan itu, pemerintah sudah menyusun tiga rancangan kebijakan dan ketentuan teknis terkait bursa berjangka CPO. Pertama, Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2022. Kedua, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah. Ketiga, Rancangan Peraturan Tata Tertib (PTT) Pasar Fisik CPO,”ungkap Didid.
Didid menekankan manfaat kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka, yaitu pertama, terbentuk harga acuan (price reference) CPO yang transparan, akuntabel, dan real time. Kondisi saat ini perdagangan CPO di Indonesia masih mengacu pada harga referensi dari luar sehingga menjadi tidak transparan, tidak real time, dan sering menimbulkan under pricing.
“Perdagangan CPO di Indonesia saat ini masih mengacu pada harga referensi dari bursa Malaysia dan Rotterdam. Padahal, Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor CPO terbesar di dunia dengan volume ekspor CPO mencapai 3,462 juta ton pada 2022. Walaupun nilai ekspor surplus, potensi penerimaan negara belum maksimal untuk masyarakat Indonesia,” jelas Didid.
Manfaat kedua, Harga Patokan Ekspor (HPE) dapat ditetapkan dengan jelas dan penerimaan negara dari pajak akan meningkat. Manfaat ketiga, dapat mendorong perbaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan menjadikan harga acuan biodiesel oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih akurat. “Ke depannya diharapkan bursa CPO dapat memfasilitasi perdagangan CPO lokal sehingga transaksi di bursa akan lebih likuid,” tambah Didid.
Mengenai implementasi UU Anti-Deforestasi dari Uni Eropa, Didid menuturkan, Indonesia dan Malaysia harus bersinergi dan bersama memperjuangkan CPO.
“Indonesia dan Malaysia berada di posisi yang sama sebagai produsen terbesar CPO sehingga harus bersama-sama memperjuangkan CPO. Terkait pembentukan bursa, Bappebti akan belajar dari bursa-bursa komoditas di dunia, termasuk bursa di Malaysia,” ungkap Didid.
Adapun kemajuan rancangan kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka saat ini rancangan Peraturan Menteri Perdagangan sudah selesai ditelaah hukum.
“Rancangan Permendag sudah selesai terkait penyusunan Regulatory Impact Assessment (RIA) dan sudah ditelaah Biro Hukum Kemendag. Segera setelah ini, akan dilakukan harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM). Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggelar rapat lagi terkait rancangan ini dengan instansi terkaitpada 4 Agustus 2023,” jelas Didid.
Lebih lanjut, harga Referensi produk minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS) atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE) periode pada 1—15 Agustus 2023 adalah USD 826,48/MT.
Nilai ini meningkat sebesar USD 35,46 atau 4,48% dari Harga Referensi CPO periode 16–31 Juli 2023. Penetapan Harga Referensi CPO tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1304 tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kilogram (kg) dikenakan BK USD 0/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1305 Tahun 2023 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 kg.
“Saat ini, Harga Refer ensi CPO mengalami peningkatan yang menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar CPO sebesar USD 33/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD 85/MT untuk periode 1—15 Agustus 2023,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Budi Santoso.
BK CPO periode 1–15 Agustus 2023 merujuk pada Kolom Angka 4 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 sebesar USD 33/MT.
Sementara itu, Pungutan Ekspor (PE) CPO periode 1–15 Agustus 2023 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022sebesar USD 85/MT.
Meski begitu peningkatan Harga Referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, misalnya peningkatan ekspor CPO, terutama dari Malaysia yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi di Malaysia. Selain itu, kenaikan harga minyak nabati lainnya yaitu minyak kedelai karena estimasi penurunan produksi di Amerika Serikat.
sumber: https://www.neraca.co.id/article/184027/kebijakan-ekspor-cpo-melalui-bursa-berjangka-masih-berproses