Pasar Karangayu, Semarang, menjadi sorotan setelah dalam sebulan terakhir terjadi lonjakan harga bahan pokok, khususnya beras dan minyak goreng. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pelaku usaha kecil, karena pasokan yang berkurang dari distributor mendorong kenaikan harga secara signifikan. Artikel ini mengulas penyebab, dampak, serta solusi yang dapat diambil untuk meredam gejolak harga sembako di Kota Semarang.

Dinamika Harga Beras Premium dan Medium

Pada Rabu, 3 September 2025, pantauan di Pasar Karangayu menunjukkan harga beras kualitas premium melejit hingga Rp16.000 per kilogram. Sementara itu, beras medium ikut terdampak dengan harga Rp14.500 per kilogram, mengalami kenaikan rata-rata antara Rp500 hingga Rp1.000 per kilogram dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini menjadi tajam ketika dibandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp14.900 untuk beras premium dan Rp13.500 untuk beras medium.

Lonjakan harga tersebut menjadi salah satu faktor utama memburuknya indeks harga konsumen di Semarang. Kenaikan harga beras premium mencapai lebih dari 7% dalam kurun waktu satu bulan, sementara beras medium meningkat hampir 5%. Jika tren ini terus berlanjut, inflasi di Semarang diprediksi meningkat tajam pada triwulan ketiga 2025.

Penyebab Utama: Kelangkaan Pasokan Distributor

Ambon, seorang pedagang di Pasar Karangayu, menegaskan bahwa kenaikan harga beras dan minyak goreng bukan disebabkan oleh aksi demonstrasi, melainkan karena pasokan yang berkurang dari distributor besar. Menurut Ambon, selama sebulan terakhir, kendaraan pengangkut barang dari agen-agen utama di Pasar Johar dan gudang distributor di Jawa Tengah berkurang frekuensinya.

Beberapa faktor yang memicu berkurangnya pasokan distributor antara lain:

  • Pengalihan distribusi ke kota besar: Distributor seringkali lebih memilih mengirim barang ke Jakarta, Surabaya, atau Bandung karena permintaan dan harga jual yang lebih tinggi. Akibatnya, kota-kota menengah seperti Semarang terpaksa menunggu giliran kiriman berikutnya.
  • Biaya logistik meningkat: Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menambah ongkos angkut, sehingga distributor menunda atau mengurangi pengiriman ke wilayah dengan margin keuntungan rendah.
  • Masalah produksi: Penurunan produksi gabah di hulu akibat cuaca ekstrem dan perubahan pola musim membuat stok beras nasional menipis. Petani di beberapa daerah memanen gabah kering panen (GKP) dengan hasil lebih kecil dari perkiraan.

Lonjakan Harga Minyak Goreng

Selain beras, komoditas minyak goreng juga mengalami kenaikan harga. Data Badan Pangan Nasional mencatat harga minyak goreng kemasan sederhana di pasar tradisional Semarang mencapai lebih dari Rp17.500 per liter, sedangkan minyak goreng curah berkisar Rp16.000 per kilogram. Harga ini melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp14.000 per liter untuk minyak kemasan dan Rp11.500 per kilogram untuk minyak curah.

Beberapa penyebab kenaikan harga minyak goreng meliputi:

  1. Kelangkaan bahan baku kelapa sawit: Ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang tinggi menyulitkan produsen dalam negeri memperoleh bahan baku.
  2. Program biodiesel B30: Kebijakan pencampuran biodiesel dengan solar menyerap sebagian minyak sawit, mengurangi alokasi untuk produksi minyak goreng.
  3. Ekspor menggiurkan: Harga CPO di pasar internasional yang tinggi membuat produsen lebih memilih mengekspor, bukan menjual di pasar domestik.

Upaya Pemerintah dan Solusi Jangka Pendek

Operasi Pasar SPHP

Pemerintah telah meluncurkan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan menyalurkan beras murah melalui operasi pasar. Menteri Pertanian menginstruksikan penyaluran 1,3 juta ton beras SPHP di 4.000 titik di seluruh Indonesia, termasuk di Semarang.

Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)

Keluarga penerima manfaat (KPM) BPNT mendapatkan bantuan beras 10 kg per bulan, sehingga beban belanja pokok mereka sedikit terkurangi.

Pengawasan Harga oleh Satgas Pangan

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Semarang melakukan pemantauan dan razia di pasar tradisional untuk menindak distributor nakal yang menimbun stok atau menjual di atas HET.

Kesimpulan

Kenaikan harga beras dan minyak goreng di Semarang disebabkan oleh kombinasi kelangkaan pasokan dari distributor, masalah produksi, dan kenaikan ongkos logistik. Dampaknya sangat dirasakan oleh keluarga berpenghasilan rendah, usaha mikro, dan kestabilan inflasi regional. Upaya pemerintah melalui operasi pasar, bantuan pangan non-tunai, dan pengawasan harga menjadi solusi jangka pendek. Namun, stabilitas harga jangka panjang memerlukan penguatan produksi dalam negeri, perbaikan distribusi, serta koordinasi lintas sektor. Dengan langkah terintegrasi tersebut, diharapkan gejolak harga sembako di Semarang dapat teratasi dan perekonomian masyarakat kembali stabil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *