Kementerian Perdagangan mempercepat peralihan minyak goreng curah ke kemasan dengan memfasilitasi produsen atau pengemas minyak berbahan baku sawit yang belum memiliki merek dagang, dengan menggunakan merek Minyakita.
“Merek ini telah dimiliki Kemendag dan telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia sejak 2009,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti melalui pesan aplikasi yang diterima di Jakarta, Kamis.
Tjahya menyampaikan prosedur penggunaan merek adalah dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag.
Langkah lainnya adalah Kemendag akan mendorong produsen minyak goreng untuk dapat bersinergi dengan pelaku usaha mikro dalam rangka mempercepat penyediaan sarana pengemasan.
“Sebagai contoh penyediaan anjungan minyak goreng higienis otomatis (AMHO) yang baru saja diproduksi PT pindad,” ungkapnya.
Kebijakan minyak goreng wajib kemasan diatur melalui Permendag Nomor 09/M-DAG/PER/2/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 80/M-DAG/PER/10/2014 tentang Minyak Goreng Wajib Kemasan yang mewajibkan penjualan minyak goreng harus menggunakan kemasan dan tidak boleh lagi dalam bentuk curah.
Kebijakan minyak goreng wajib kemasan ini juga untuk mendukung SNI minyak goreng sawit yang akan diberlakukan wajib oleh Kementerian Perindustrian pada 31 Desember 2018.
Namun, Tjahya menambahkan pemberlakuan kebijakan ini dievaluasi kembali karena adanya permintaan dari produsen yang menyampaikan bahwa jumlah industri pengemasan minyak goreng nasional masih terbatas.
Selain itu, pelaku usaha memerlukan waktu untuk menumbuhkan industri pengemas di daerah.
Saat ini, Kemendag melakukan upaya mewajibkan produsen untuk memproduksi minyak goreng kemasan sederhana sebesar 20 persen dari total produksi minyak goreng nasional dan dijual dengan harga Rp11.000 per liter.
“Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada pelaku usaha mempersiapkan sarana dan prasarana pengemasan dalam rangka kewajiban kemas pada tahun 2020,” katanya.
GIMNI Mendukung
Sementara itu, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendukung penggunaan mesin AMHO yang diproduksi PT Pindad untuk mengedarkan minyak curah yang menggunakan kemasan sederhana.
“Kami mendukung mesin itu untuk diterapkan, karena banyak membantu efisiensi dari produsen penghasil minyak goreng,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut Sahat, efisiensi bisa dimaksimalkan karena kemasan ‘pillow pack’ untuk minyak 1/2 liter dan 1/4 liter akan berisiko jika diproduksi di dalam pabrik, mengingat mesin yang digunakan memproduksi 800 kemasan per jam.
“Kalau dikemas pakai mesin itu akan bocor dia. Selain itu, setelah dikemas harus dimasukkan ke dalam box. Nah, dengan box itu, kontainer yang seharusnya bisa mengirim 10 ton minyak, jadi hanya bisa enam ton misalnya, karena ruangnya terpakai oleh box. Jadi mahal,” papar Sahat.
Sehingga, dengan adanya mesin AMHO, pengemasan minyak secara sederhana bisa dilakukan ditingkat pengecer, di mana produsen minyak akan memfasilitasi agar pengecer memiliki mesin tersebut berikut plastik kemasannya.
Nantinya, mesin tersebut akan dilengkapi dengan nama produsen minyak dan sistem pemosisi global yang akan mengukur jumlah minyak yang keluar dari mesin itu sendiri.
“Dengan sistem pengukuran itu akan lebih mudah mengetahui berapa minyak yang terjual dari keseluruhan minyak yang didistribusikan ke pengecer. Jadi kontrolnya lebih mudah,” ujar Sahat.
Kelebihan lainnya, lanjut Sahat, bagi konsumen yang membawa wadah sendiri saat membeli minyak goreng, maka akan mendapatkan uang pengembalian sebesar Rp700 per liter dari harga minyak Rp11.000 per liter.
“Karena harga 11.000 per liter itu sudah termasuk kemasan. Makanya kalau bawa wadah sendiri dikembalikan Rp700 per liter atau Rp300 per 1/2 liter,” jelas Sahat.
Keuntungan bagi konsumen, Sahat menambahkan, tingkat higienitas dari minyak goreng tersebut akan lebih terjamin, sehingga kesehatan masyarakat pun diharapkan menjadi lebih baik. (Ant)
Sumber; Analisadaily.com