Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan ada tiga potensi perilaku persaingan usaha tidak sehat di tingkat distributor minyak goreng.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala merinci, yakni menahan pasokan, melakukan tying-in dan bundling alias pembelian bersyarat, serta mengubah minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan dengan harapan meraup selisih harga.

“Kami melihat berdasarkan kajian yang telah dilakukan dan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi, distributor dapat melakukan perilaku usaha tidak sehat,” imbuhnya pada forum jurnalistik bertajuk: Jelang Ramadhan, Ada Potensi Anti Persaingan di Komoditas Pangan? yang disiarkan daring pada Jumat (1/4).

“Kami temukan di industri minyak goreng adalah mengubah kemasan produk karena disparitas harga antara minyak goreng curah dengan minyak goreng kemasan sekarang ini cukup tinggi,” sambung Mulyawan.

Terkait upaya menahan pasokan, lanjut dia, membuat barang terkendala sampai ke pihak yang membutuhkan.

“Sementara, tying-in dan bundling seperti yang ditemukan oleh beberapa kantor wilayah selama beberapa bulan ini terjadi di daerah terkait penjualan minyak goreng bersyarat,” jelasnya.

Sebelumnya, Pengusaha minyak nabati mendesak polisi agar segera bertindak tegas dalam membongkar distributor nakal yang menjadi biang kerok yang mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng belakangan ini.

Desakan muncul karena selama ini pihak yang menjadi sorotan dalam masalah adalah pengusaha minyak nabati. Padahal, mereka mengklaim, selama ini pengusaha minyak nabati tertib mengikuti kebijakan pemerintah dalam menjaga ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.

“Para distributornya siapa saja? Banyak, ribuan distributor toh. Ribuan juga yang enggak bayar pajak, enggak mau tertib. Makanya itu harusnya dibongkar oleh kepolisian. Mana coba lihat, cek NPWP-nya. Mana dia pernah bikin faktur pajak? Mana SPT-nya,” tandas Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga.

 

Sumber: Cnnindonesia.com