JAKARTA – Proses verifikasi dan legalitas lahan harus dipercepat guna memuluskan program peremajaan tanaman (replanting) sawit rakyat di Tanah Air. Apabila proses tersebut masih terkendala maka akan berdampak pada peremajaan kelapa sawit dilakukan pada lahan yang legalitasnya belum final, termasuk pada kasus perkebunan kelapa sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan.
Demikian rekomendasi yang mengemuka dalam diskusi yang diadakan oleh PT Riset Perkebunan Nusantara bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BP-DPKS), Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kemenko Perekonomian di Bogor, kemarin.
Dalam diskusi tersebut terdeteksi ada-empat permasalahan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan program peremajaan kelapa sawit rakyat di Tanah Air. Yakni, masalah administrasi yang menyangkut proses verifikasi dan kelengkapan dokumen) dan masalah sertifikasi dan legalitas lahan lahan sawit dalam kawasan hutan, sertifikat lahan atas nama orang lain, lahan sawit tanpa sertifikat). Selain itu, masalah aspek teknis operasional di lapangan terkait kesiapan jumlah benih unggul siap tanam bersertifikat, kesesuaian waktu pencairan anggaran dan tahapan kegiatan di lapangan, keberadaan dan kesiapan kelembagaan petani.
Di sisi lain, masalah sosialisasi program peremajaan kelapa sawit rakyat, mencakup kesiapan dan keberadaan pendamping di lapangan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Permasalahan-permasalahan yang telah teridentifikasi tersebut mendesak diselesaikan dengan melakukan penyederhanaan proses sehingga petani tidak merasa kesulitan mengikuti program peremajaan tanaman sawit
Rekomendasi lainnya adalah pemerintah perlu memberikan kemudahan dalam proses balik nama sertifikat tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai alternatif, penentuan objek lahan yang akan diremajakan menggunakan pendekatan kelayakan usaha yang diperkuat dengan asuransi. Pemerintah juga diharapkan memberikan prioritas sertifikasi tanah (Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap/PTSL) bagi lahan perkebunan sawit rakyat yang akan diremajakan dan belum memiliki sertifikat.
Guna memberi kepastian kepada produsen benih/penangkar dalam penyediaan bahan tanam unggul bersertifikat, finalisasi perencanaan dan kontrak kerja peremajaan harus dilakukan minimal satu tahun sebelum pelaksanaan peremajaan. Dukungan asuransi diperlukan agar berbagai hal yang menyangkut ketidakpastian atau risiko dapat diminimalisasi.
Pola kemitraan perlu dilandasi kesepakatan bersama antara petani dengan perusahaan mitra, serta melibatkan dinas/instansi terkait atau dengan membentuk kemitraan dengan model yang disepakati para pihak dan dilegalisasi oleh pemerintah. Yakni, model mandiri penuh dimana perusahaan hanya sebagai off taker, model inti plasma, atau model manajemen satu atap. Terkait itu, perlu dilakukan kajian yang mendalam untuk menentukan model terbaik untuk setiap lokasi.
Alokasi dana pendampingan juga perlu disediakan untuk mempercepat sosialisasi dan transfer teknologi serta membangun dan menguatkan kelembagaan petani. Kerja sama dengan Kementerian Koperasi KUKM dan Kementerian Desa perlu diintensifkan sehingga dapat mempercepat pelaksanaan program peremajaan tersebut.
Sumber: Investor Daily Indonesia