Pemerintah Bersiap Revisi Kebijakan Distribusi Minyak Goreng Rakyat
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengumumkan rencana revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap harga MinyaKita yang masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) per 4 September 2025, harga rata-rata nasional MinyaKita mencapai Rp 16.700 per liter, jauh melampaui HET yang ditetapkan sebesar Rp 15.700 per liter. Bahkan di beberapa wilayah, harga MinyaKita dapat mencapai Rp 17.000 hingga Rp 20.000 per liter.
Strategi Melibatkan BUMN untuk Perbaikan Distribusi
Peran Strategis Bulog dan ID Food
Revisi aturan yang direncanakan akan memperkuat keterlibatan BUMN pangan, khususnya Perum Bulog dan ID Food, dalam rantai distribusi MinyaKita. Mendag Budi Santoso menegaskan bahwa distribusi sebagian MinyaKita akan dilakukan melalui BUMN pangan untuk menstabilkan harga di pasaran.
“Kita mau mengubah Permendag mengenai itu, distribusinya sebagian bisa dilakukan melalui BUMN pangan, Bulog, dan lainnya. Sekarang lagi dilakukan pembahasan,” kata Budi usai rapat dengan Komisi VI DPR RI.
Langkah ini diambil karena BUMN pangan memiliki jangkauan distribusi yang lebih luas, terutama di daerah-daerah terpencil seperti Kalimantan Barat dan Indonesia bagian Timur, di mana harga minyak goreng masih tinggi.
Alokasi Stok dan Target Distribusi
Dalam upaya menstabilkan pasokan, pemerintah menargetkan 70.000 ton stok MinyaKita melalui BUMN pangan. Perum Bulog akan menyediakan 50.000 ton, sementara ID Food akan menyiapkan 20.000 ton untuk distribusi nasional.
Bulog akan fokus pada distribusi di wilayah Indonesia Timur, Papua, Maluku, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat, sementara ID Food akan menangani distribusi di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat.
Dampak Ekonomi dan Sosial Kenaikan Harga MinyaKita
Ancaman Terhadap Daya Beli Masyarakat
Kenaikan harga MinyaKita memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperingatkan bahwa harga yang terus naik akan semakin menggerus kemampuan finansial masyarakat.
“Dampak kenaikan Minyakita pasti akan menggerus daya beli masyarakat menengah bawah. Apalagi jika kenaikan harga itu tidak terkontrol, harga akan makin melambung, jauh di atas HET,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.
Risiko Inflasi dan Cost-Push Inflation
Institute For Development of Economics and Finance (Indef) mengidentifikasi kenaikan harga MinyaKita sebagai pemicu cost-push inflation. Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng akan meningkatkan biaya produksi berbagai barang, yang pada akhirnya menaikkan harga jual produk di tingkat konsumen.
Meskipun demikian, Badan Kebijakan Perdagangan (BKP) memperkirakan dampak kenaikan HET MinyaKita terhadap inflasi relatif kecil, yaitu sekitar 0,09-0,14 persen.
Tantangan Struktural dalam Kebijakan Minyak Goreng
Permasalahan Domestic Market Obligation (DMO)
Direktur Next Policy Yusuf Wibisono mengidentifikasi permasalahan struktural dalam skema Domestic Market Obligation (DMO) yang menjadi akar masalah ketidakstabilan harga MinyaKita. Dalam skema ini, produsen CPO diwajibkan mengalokasikan sebagian produksi untuk MinyaKita dengan kompensasi hak ekspor CPO.
“Ketika kini ekspor CPO sedang cenderung lesu, ditambah ekspor CPO dikenakan bea keluar dan pungutan ekspor, maka memproduksi MinyaKita menjadi tidak menarik. Karena, kerugian memproduksi MinyaKita tidak mencukupi lagi dikompensasi oleh keuntungan dari ekspor CPO,” jelas Yusuf.
Regulasi Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit
Pemerintah juga telah menerbitkan Permendag Nomor 2 Tahun 2025 yang memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (POME), residu minyak sawit asam tinggi (HAPOR), dan minyak jelantah (UCO). Regulasi ini bertujuan menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam negeri dan mendukung program biodiesel B40.
Insentif untuk Mendorong Distribusi Melalui BUMN
Untuk mendorong produsen menyalurkan MinyaKita melalui BUMN pangan, pemerintah memberikan insentif tambahan 1 poin angka pengali ekspor bagi eksportir yang mendistribusikan produk melalui Bulog atau BUMN pangan lainnya.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan pasokan MinyaKita di daerah-daerah yang mengalami kelangkaan atau harga tinggi, sekaligus mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah.
Evaluasi dan Penyesuaian Kebijakan Berkelanjutan
Kajian Komprehensif dengan Pihak Ketiga
Kementerian Perdagangan sedang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Permendag 18/2024 yang telah berjalan selama satu tahun. Evaluasi ini melibatkan pihak ketiga dan universitas untuk menganalisis berbagai masukan dari pelaku usaha, aparat penegak hukum, dan konsumen.
“Sudah 1 tahun berjalan [Permendag 18/2024], ada banyak masukan yang kita terima. Nah, masukan-masukan itu dari pelaku usaha, dari aparat penegak hukum bahkan dari konsumen itu kita masukkan ke dalam keranjang untuk kita lakukan analisa,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan.
Opsi Revisi HET
Selain perbaikan distribusi, Kemendag juga membuka opsi untuk merevisi HET MinyaKita jika kajian menunjukkan perlunya penyesuaian harga. Namun, prioritas utama tetap pada upaya menstabilkan harga sesuai dengan HET yang ada melalui perbaikan sistem distribusi.
Prospek Stabilisasi Harga di Masa Depan
Dengan berbagai langkah strategis yang sedang disiapkan, pemerintah optimis dapat menstabilkan harga MinyaKita kembali ke level HET. Keterlibatan BUMN pangan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas distribusi, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini sulit dijangkau oleh distributor swasta.
Keberhasilan implementasi revisi Permendag 18/2024 akan menjadi kunci stabilitas harga minyak goreng di Indonesia, mengingat komoditas ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang sangat sensitif terhadap fluktuasi harga dan berdampak langsung pada inflasi nasional.