Mendapat kampanye hitam produk sawit dari Parlemen Uni Eropa, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan melakukan perlawanan dengan meyakinkan bahwa kualitas sawit Indonesia berkualitas terbaik nomor satu di dunia.

“Jika itu alasannya, apa bedanya dengan minyak nabati lain seperti bunga matahari, rapeseed, dan yang lain,” kata Enggartiasto kepada wartawan di Medan pada Kamis, 5 Juli 2018.

Beberapa waktu lalu, parlemen Eropa menyetujui penghapusan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai salah satu bahan dasar biofuel (energi terbarukan). Alasannya, minyak sawit menjadi salah satu proses deforestasi, merusak lingkungan dan membuat iklim tidak seimbang.

Pemerintah telah melawan upaya kampanye itu ke Uni Eropa beberapa waktu lalu. Hasilnya, semula parlemen Uni Eropa akan memberlakukan undang-undang pelarangan konsumsi energi Eropa itu pada 2021. “Tapi sekarang ditunda hingga 2030. Tapi kita tidak menerima begitu saja,” kata Enggartiasto.

Indonesia dan Malaysia juga telah merapatkan barisan untuk sama-sama melawan upaya kampanye hitam produk sawit oleh Uni Eropa. Indonesia dan Malaysia memang produsen sawit terbesar dunia.

Selain melalui jalur diplomatik, pemerintah juga akan melakukan perlawan dengan memboikot atau bahkan mempersulit produk-produk Eropa masuk ke Indonesia.

Sebagai contoh, beberapa waktu lalu parlemen Norwegia menolak produk sawit Indonesia. Enggartiasto langsung mengambil tindakan mengancam pemberhentian impor ikan salmon dari negara itu. “Akhirnya, duta besar mereka bertemu saya dan sekarang produk sawit kita masuk lagi ke sana,” katanya.

Langkah itu bisa jadi akan ditempuh pemerintah untuk melawan kampanye hitam produk sawit oleh Uni Eropa. “Kita pasti akan melawan,” ujarnya. (mus)

 

Sumber: Viva.co.id