China vs Trump

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat panas hubungan dagang dengan China. Kali ini, bukan tarif tinggi atau pembatasan teknologi yang menjadi senjata, melainkan minyak goreng. Dalam pernyataannya, Trump mengancam akan menghentikan seluruh impor minyak goreng dari China sebagai langkah balasan atas keputusan Beijing yang menangguhkan pembelian kedelai asal AS. Langkah tersebut menandai babak baru dalam rivalitas ekonomi dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Jika sebelumnya perang dagang berkisar pada chip, logam tanah jarang, dan kendaraan listrik, kini bahan pangan sehari-hari pun ikut terseret dalam konflik geopolitik yang kian meluas.

Sinyal Perang Dagang Babak Baru

  • Kebijakan ini menunjukkan Trump semakin agresif dalam menekan Beijing. Setelah sebelumnya mengancam tarif 100 persen terhadap produk China, kini dia menargetkan sektor yang sebelumnya tak tersentuh, pangan dan bioenergi. China selama ini menjadi salah satu pemasok utama minyak goreng bekas ke AS, terutama untuk kebutuhan industri biofuel seperti etanol. Meski sebagian besar pasokan minyak goreng AS berasal dari Kanada dalam bentuk kanola, ketergantungan terhadap impor dari China masih signifikan untuk sektor energi alternatif dan industri makanan. Dengan kebijakan baru Trump, rantai pasok global berpotensi terguncang. Negara-negara lain seperti Indonesia, Malaysia, dan Brasil bisa menjadi alternatif pemasok minyak nabati ke pasar AS, sekaligus memperkuat posisi mereka di pasar global.

Implikasi bagi Pasar Domestik

  • Penghentian impor dari China dapat berdampak pada kenaikan harga minyak goreng dan biofuel di pasar domestik AS. Produsen makanan dan energi terbarukan diperkirakan akan menanggung biaya lebih tinggi hingga produksi lokal mampu menutup kebutuhan. Namun bagi Trump, kebijakan ini lebih dari sekadar ekonomi, dia ingin mengirim pesan politik bahwa “Amerika harus mandiri” dan tidak boleh bergantung pada musuh strategisnya.

China Balik Menyerang

  • Sementara itu, Beijing belum memberikan tanggapan resmi terhadap ancaman Trump. Namun, analis menilai China kemungkinan akan membalas dengan pembatasan tambahan terhadap impor energi atau pertanian dari AS. Langkah ini bisa memperburuk tensi dagang yang sebelumnya sudah meningkat akibat pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh China. Para pengamat menilai, keputusan Trump menargetkan minyak goreng menandai perubahan karakter perang dagang AS-China, dari sektor strategis menjadi sektor yang langsung menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat. “Ini bukan lagi sekadar soal pabrik atau chip, tapi soal dapur dan bahan makanan. Ketika minyak goreng menjadi alat politik, maka perang dagang ini sudah benar-benar memasuki tahap baru,” kata seorang ekonom Washington.  Dengan langkah terbaru ini, Donald Trump tampaknya ingin menunjukkan bahwa setiap komoditas, bahkan minyak goreng sekalipun, bisa dijadikan senjata dalam upayanya menekan China.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *