Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) mengusulkan reformulasi kebijakan pajak ekspor minyak sawit sebelum rencana penerapan kembali kebijakan itu direalisasikan oleh pemerintah. Indonesia memberlakukan kebijakan pajak ekspor minyak sawit dalam dua bentuk, yakni bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE), meski saat ini besaran BK ditetapkan 0% dan pengenaan PE ditunda untuk sementara waktu. Prinsip utama reformulasi tersebut adalah kebijakan pajak ekspor (BK dan PE) tidak boleh merugikan produsen terutama pekebun, tidak boleh mengurangi daya saing, dan mendukung hilirisasi sawit.
Dalam kajian Paspi yang dilansir Minggu (26/1) disebutkan, meskipun implementasi pajak ekspor berdampak positif dengan berkembangnya industri hilir domestik dan menambah penerimaan pemerintah, namun secara neto kebijakan tersebut menurunkan kesejahteraan nasional karena kerugian yang harus ditangung oleh produsen lebih besar (worse off). Seiring dengan tren penurunan harga minyak sawit dunia, kebijakan BK ditiadakan per Mei 2017 sedangkan PE ditiadakan sejak Maret 2019. Namun, akibat stok minyak sawit yang menipis akibat produksi yang menurun sedangkan permintaan meningkat menyebabkan harga minyak sawit mengalami peningkatan dan diperkirakan terus berkilau pada 2020. Kondisi tersebut berimplikasi pada (akan) diberlakukannya kembali kebijakan BK dan PE minyak sawit di Indonesia.
Untuk meminimalisir dampak kebijakan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan nasional, tulis kajian itu, diperlukan reformulasi BK dan PE untuk menghasilkan kondisi yang win-win solution. Prinsip utama dalam reformulasi tersebut adalah kebijakan pajak ekspor (BK dan PE) tidak boleh merugikan produsen terutama pekebun, tidak mengurangi daya saing, dan mendukung hilirisasi. Paspi juga mengusulkan metode pemungutan pajak ekspor melalui metode secara langsung seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), serta kebijakan pajak ekspor juga perludikombinasikan dengan program pengembangan hilirisasi dengan skedul hilirisasi terlebih dahulu.
Salah satu kajian yang dituliskan Paspi, kerugian yang ditanggung petani akibat penerapan BK mencapai Rp 288 per kilogram (kg) atau (15,67%), sedangkan kerugian petani karena PE mencapai Rp 261 perkg (16,54%). Harga tandan buah segar (TBS) yang rendah akan menurunkan pendapatan sehingga dapat menurunkan kesejahteraan produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan atau TBS termasuk pekebun sawit (worse off). Pemberlakuan pajak ekspor CPO akan menurunkan peran industri sawit nasional dalam pengurangan kemiskinan perdesaan, mengingat perkebunan Kelapa Sawit merupakan bagian penting dari pengurangan kemiskinan perdesaan.
Sumber: Investor Daily Indonesia