Indonesia telah melaksanakan mandatori biodiesel 30 persen (B30) sejak Januari 2020. Mandatori B30 di tahun 2020 telah menyerap 8,43 juta kiloliter atau sekitar 88% dari target yang dicanangkan 9,59 juta kiloliter. Pada tahun 2021, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Tarbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM telah menetapkan alokasi volume mandatori B30 sebanyak 9,2 kiloliter. Ini artinya jika penyerapan mencapai 100% maka penggunaan CPO sebagai feedstock akan setara 8 juta ton CPO. Di sisi lain Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menargetkan ekspor biodiesel ke pasar global sekira 1 juta kiloliter. Kapasitas produksi biodiesel mencapai 12,4 juta kiloliter. Diperkirakan volume CPO yang terserap untuk produksi biodiesel mencapai 10 juta ton pada 2021.
Di negara lain seperti Tiongkok perlahan-lahan meningkatkan penggunaan biodiesel. Berdasarkan laporan China Biofuel Annual yang disampaikan kepada Jaringan Informasi Pertanian Global Dinas Pertanian Luar Negeri USDA (USDA Foreign Agricultural Service’s Global Agricultural Information Network) 31 Juli 2020 mencatat bahwa tindakan lingkungan yang semakin ketat mendorong prospek untuk penggunaan biodiesel diperluas di negara tersebut. Saat ini di Negeri Tirai Bambu barumemberlakukan mandatori B5 (khususnya Shanghai) bagi kendaraan transportasi darat (on road use). Peluang besar biodiesel akan digunakan untuk off-road maritim dan penggunaan non-transportasi lainnya pada tahun 2021 dan yang akan datang.
Tiongkok telah memulai komitmen lingkungan sejak November 2015 dimana Dewan Negara China (China’s State Council) meluncurkan Rencana Lima Tahun di bidang Ekonomi dan Pembangunan Sosial (2016-2020). Program ini difokuskan kepada pengurangan konsumsi energi, perlindungan lingkungan, dan penggunaan energi terbarukan dan biomassa. Selanjutnya pertengahan 2018 diluncurkan program Blue Sky Protection Plan 2018 yaitu mengurangi emisi untuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida setidaknya 15 persen dari level tahun 2015, dan Penurunan 18 persen dalam kepadatan materi partikulat pada tahun 2020.
Menurut laporan yang sama di atas, disebutkan bahwa 42 pabrik biodiesel dengan total kapasitas gabungan sebesar 2,726 miliar liter diharapkan dapat beroperasi di China pada akhir 2020. Ada kenaikan dari tahun sebelumya berjumlah 40 pabrik. Bahan baku utama biodiesel adalah minyak goreng bekas. Di dalam laporan juga disebutkan bahwa produksi biodiesel menurun pada tahun 2020 karena konsumsi menurun akibat pandemi Covid-19 sehingga pasokan minyak goreng bekas turun. Akan tetapi produksi tetap terdorong oleh permintaan yang kuat dari Uni Eropa.
Dari laporan di atas di atas dapat disimpulkan bahwa minyak sawit mempunyai peluang yang besar untuk menyuplai kebutuhan biodiesel di Tiongkok. Walaupun, ekspor minyak sawit Indonesia ke Tiongkok turun sebesar 1,5 juta ton menjadi 4,63 juta ton pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,15 juta ton. Merosotnya ekspor dipengaruh lesunya konsumsi akibat pandemi Covid 19 khususnya semester pertama 2020. Di tahun ini volume ekspor hanya di kisaran 126 ribu – 328 ribu metrik ton per bulannya.
Tetapi seiring pelonggaran kebijakan lockdown dapat dilihat ekspor semester kedua 2020 naik signifikan di kisaran 482 ribu – 692 ribu metrik ton per bulan. Pada 2020, Indonesia juga mencatatkan penurunan ekspor biodiesel dengan volume signifikan ke China yaitu dari 607 ribu ton di 2019 turun menjadi 8,2 ribu ton di 2020. Pada 2021 diperkirakan volume ekspor minyak sawit ke Tiongkok akan kembali pulih mencapai 6 juta sampai 7 juta ton. Begitupula ekspor biodiesel diharapkan akan kembali pulih. Hal ini juga didorong dengan kebijakan dalam negeri China yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan.
Di Brazil, pemerintah setempat mendorong penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel. Pada 2020 Pemerintah Brazil telah menetapkan minyak nabati pada biodiesel sebesar 12% (B12) dan terjadwal naik 1% setiap tahunnya sehingga pada 2028 mencapai B20. Sejak November 2020 Dewan Energi Nasional Brazil mengeluarkan kebijakan yang membolehkan produksi biodiesel di dalam negeri menggunakan bahan baku impor karena stok kedelai yang menyusut. Selain itu, tingginya harga makan dan minuman sehingga memicu inflasi konsumen dan seiring kenaikan 1% penggunaan minyak nabati sebagai feedstock biodiesel di 2021, ini membuka peluang yang besar untuk minyak sawit menginfiltrasi sebagai bahan baku biodiesel di Brazil.
Di Uni Eropa, kebijakannya akan menjadi pendorong utama pasar biodiesel Eropa sepanjang 2021, dengan revisi Renewable Energy Directive (RED-II) yang menetapkan kerangka kerja kebijakan UE hingga 2030. Di bawah RED II, target UE untuk konsumsi energi terbarukan dinaikkan menjadi 32% pada 2030, dari 20% pada tahun 2020, dengan 14% sub-target transportasi. S&P Global Platts Analytics memproyeksikan konsumsi biodiesel UE 2020-21 akan meningkat sebesar 1,86 juta metrik ton pada tahun ini menjadi 16,68 juta metrik ton.
Seperti yang kita ketahui Spanyol, anggota dari UE merupakan pengimpor minyak sawit terbesar kedua dari Indonesia, menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku biodieselnya. Di lansir dari portal berita Biofuel International, pada pertengahan Februari 2021, Repsol telah berhasil memproduksi batch pertama biofuel untuk penerbangan (biojet fuel) di kompleks industrinya di Tarragona di Spanyol. Repsol adalah perusahaan energi dan petrokimia Spanyol yang terlibat dalam kegiatan hulu dan hilir di seluruh dunia. Batch pertama biojet fuel di pasar Spanyol ini sebanyak 10 ribu ton dan ini menjadikan Repsol sebagai pelopor dalam solusi berkelanjutan untuk sektor penerbangan. Dalam laporan tidak disebutkan feedstock dari biojet fuel yang diproduksi oleh Repsol. Namun dengan perkembangan biojet fuel maka dipastikan demand untuk feedstock green renewable energy akan meningkat.
Di Spanyol, Rencana Nasional Terpadu untuk Energi dan Iklim (Integrated National Plan for Energy and Climate) mengakui bahwa biofuel saat ini mewakili teknologi terbarukan yang paling banyak tersedia dan digunakan dalam transportasi. Ini merupakan lampu hijau kepada industri untuk memproduksi biofuel yang diharapkan pada akhirnya membantu negara untuk mengurangi emisi dari transportasi.
Lagi – lagi minyak sawit berpeluang besar untuk menjadi feedstock utama biofuel karena paling efektif dan efisien dari sisi penggunaan lahan dan produktifitas serta didukung oleh harga yang murah. Meskipun unggul, minyak sawit menghadapi tantangan besar untuk meramaikan pasar biofuel global. Isu paling berat berkaitan deforestasi. RED II UE juga menempatkan minyak sawit sebagai komoditas paling berisiko dalam indirect land use change (ILUC) atau alih fungsi lahan secara tidak langsung. Indonesia ditantang untuk terus meningkatkan praktek keberlanjutan dan tata kelola industri kelapa sawit untuk tetap bersaing di pasar global.(*)
Sumber: Sawitindonesia.com