Para pelaku usaha minyak goreng yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati lndonesia (GIMNI) meminta pemerintah tetap berkomitmen menerapkan aturan minyak goreng dalam kemasan. Di mana aturan tersebut direncanakan mulai berlaku 1 Januari 2020.
“Pemerintah jangan lagi mundur dari kewajiban minyak goreng kemasan pada 1 Januari 2020,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga pada Diskusi \’Sawit Menjawab Kebutuhan Gizi dan Persoalan Kesehatan\’ di Jakarta, Rabu (6/3).
Dengan diterapkannya kewajiban minyak goreng dalam kemasan tersebut, maka nantinya tidak ada lagi peredaran atau penjualan minyak goreng dalam bentuk curah. Agar produsen minyak goreng bersedia memberikan kemasan, Sahat meminta pemerintah memberikan insentif. “Sebaiknya diberikan insentif kepada pelaku industri,” ujarnya.
Sahat juga meminta minyak jelantah harus dilarang peredarannya karena berbahaya bagi kesehatan masyarakat. “Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus mengawasi peredaran minyak jelantah,” katanya.
Meskipun diakuinya, rencana fortifikasi minyak goreng belum bisa terealisasi karena masih mengalami banyak perdebatan dari berbagai pihak. “Untuk itu, program ini butuh dukungan semua pihak termasuk di dalamnya industri dan para pemangku kepentingan,” kata Sahat.
Minyak sawit Solusi Kekurangan Gizi
Dalam kesempatan tersebut, Sahat sepakat bahwa asupan vitamin A dan E di dalam minyak sawit dapat menanggulangi masalah stunting di Indonesia. Salah satunya memanfaatkan minyak sawit merah alami. Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama.
Diketahui, minyak sawit mempunyai kandungan vitamin dan nutrisi tinggi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Tingginya kandungan vitamin A dan E sangat dibutuhkan mengatasi persoalan gizi buruk dan stunting yang terjadi di Indonesia sekarang ini.
Direktur Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Doddy Izwardy mengatakan, perbaikan gizi merupakan investasi ekonomi di mana kecukupan gizi makro dan mikro merupakan prasyarat membangun kualitas sumber daya manusia, termasuk kualitas fisik dan intelektual serta produktivitas tinggi.
Masalah stunting di Indonesia berdampak kepada tiga aspek, yaitu gagal tumbuh, gangguan kognitif, dan gangguan metabolisme.
Jika masalah stunting tidak diatasi, Indonesia akan mengalami kerugian dari aspek ekonomi. “Untuk itu, kami berharap kelapa sawit dapat menjadi solusi dalam mengatasi stunting. Karena masalah yang dihadapi pola konsumsi,”jelasnya.
Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) Darmono Taniwiryono menawarkan solusi pemakaian minyak sawit merah alami untuk mengatasi kekurangan gizi masyarakat Indonesia.
Dia menceritakan pengalamannya sewaktu di Afrika yang menunjukkan tradisi makanan olahan minyak sawit merah telah dimulai semenjak 5.000 tahun lalu dengan teknik ekstraksi sederhana. Namun, saat ini minyak sawit merah alami yang kaya nutrisi belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia.
Di sinilah peluang mengatasi kekurangan gizi dan kesehatan masyarakat sangat tinggi, termasuk untuk mengatasi permasalahan stunting. “Di Indonesia, minyak sawit merah alami bisa dipakai sebagai campuran minyak makan pada berbagai tingkat persentase,” ujar Darmono yang juga Direktur Utama PT Nutri Palma Nabati.
Direktur SEAFAST IPB Nuri Andarwulan menuturkan, minyak sawit sangatlah cocok digunakan sebagai bahan baku minyak goreng karena mengandung hampir 50% asam lemak jenuh dan hampir 50% lemak tidak jenuh. Selain itu, terdapat pula kandungan omega 9 yang berfungsi untuk membangun dinding sel dan membran sel tubuh.
Nuri menjelaskan, susu formula mengandung campuran spesifik lemak nabati yang berasal dari minyak sawit untuk meniru kandungan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MFA), dan asam lemak tak jenuh rantai jamak (PUFA) pada ASI3.
“Banyak orang tidak tahu kandungan di susu formula berasal dari minyak sawit. Itu sebabnya negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat menekan komoditas sawit,” ujarnya.
Diantara minyak nabati lain, minyak sawit juga mengandung kandungan karoten (vitamin A), tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) yang sangat tinggi sehingga mengandung zat antioksidan. Dibandingkan minyak kedelai, kandungan tokotrienol minyak sawit dua kali lebih banyak.
Sumber: Harian Seputar Indonesia