batampos – Saat ini, perlu ada dua pendekatan bagi pembenahan persaingan usaha di industri kelapa sawit. Pertama, upaya penegakan hukum guna memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang melanggar undang-undang.

”Kedua, pemberian saran dan pertimbangan bagi kebijakan pemerintah untuk menjamin persaingan yang sehat di industri tersebut,” sebut Direktur Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Gopprera Panggabean, Rabu (30/3).

Dia menjelaskan bahwa pihaknya melakukan proses penegakan hukum sejak 26 Januari 2022. Mereka mencari alat bukti adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang No 5 Tahun 1999.

“Dalam proses pra penyelidikan, tim investigasi menemukan satu alat bukti dan meningkatkan status penegakan pada tahapan penyelidikan,” paparnya.

Selain penegakan hukum, KPPU melakukan upaya pembenahan melalui pemberian saran dan pertimbangan kepada presiden terkait kebijakan industri minyak goreng kelapa sawit. Ada rekomendasi jangka pendek, menengah, serta panjang.

Deputi Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto membeberkan, pada jangka pendek, rekomendasinya memperkuat pengendalian terhadap stok CPO (minyak kelapa sawit) sebagai tindak lanjut kebijakan domestic market obligation-domestic price obligation (DMO-DPO).

Untuk jangka menengah dan panjang, sambung Taufik, pemerintah perlu menyediakan insentif untuk hadirnya produsen baru minyak goreng skala kecil dan menengah (UKM) yang mendekati lokasi perkebunan sawit.

“Upaya ini terutama dilakukan di daerah yang tidak terdapat produsen. Tujuannya, memastikan ketersediaan pasokan di daerah tersebut,” tuturnya.

KPPU juga meminta pemerintah mendorong pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan pelaku usaha minyak goreng bermitra dengan pelaku UKM dalam mengalokasikan CPO untuk bahan baku. “Hal itu dilakukan untuk menjamin ketersediaan pasokan bagi pelaku UKM yang memproduksi minyak goreng,” ujarnya.

Sementara itu, produsen minyak goreng nasional memberikan usulan supaya negara bisa mengontrol harga minyak goreng dalam negeri. Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, disparitas harga akan menjadi momok bagi pelaku pasar di dalam negeri.

Menurut dia, harus ada satu BUMN yang kuat dalam produksi minyak sawit sehingga bisa mengendalikan gejolak di pasar atau menjadi price leader. “Negara perlu memiliki buffer stock atau cadangan pasokan untuk stabilitas harga pasar jika terjadi gejolak harga sawit global atau kendala lainnya yang memengaruhi harga. Kalau ada gejolak, ya tinggal digelontorkan,” ucapnya.

PROFIL PRODUKSI-KONSUMSI MINYAK GORENG

Keterangan: Volume (juta liter per bulan)

Kebutuhan konsumsi: 250–270 (*)

Utilitas produksi (normal): 125

Utilitas produksi (maksimal): 250

Ket (*): Konsumsi 270 juta liter per bulan biasanya dibutuhkan pada momen-momen tertentu. Setahun cuma 1–2 kali, biasanya pada momen Ramadan dan Lebaran.

Sumber: Batampos.co.id