Pemerintah terus mengupayakan agar Standar Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) mendapat pengakuan dunia internasional.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian An-taredjo di Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara, mengatakan, sawit merupakan komoditas ekspor utama yang patut dipelihara bersama.

Apalagi perkebunan Kelapa Sawit menyerap 6,7 juta Iebih tenaga kerja di tengah sulitnya mendapat peluang kerja saat ini. Artinya dari 6,7 juta kepala keluarga, tambahnya, dikalikan empat jiwa sudah ada 24 juta orang yang hidup dari kelapa sawit

“Ini menjadi tanggung jawab bersama untuk men-jaganya. Hal ini menjadi dorongan moril pemerintah agar ISPO mendapat pengakuan dunia internasional,” katanya dalam sambutan penyerahan sertifikat ISPO kepada industri sawit Tanah Air.

Dalam kesempatan itu Antaredjo menyerahkan 64 sertifikat ISPO terdiri atas 63 perusahaan dan satu sertifikat ISPO buat koperasi dari Riau. Terkait sus- tainable, Antaredjo mengatakan, sebenarnya Indonesia sudah lebih dulu mengembangkan konsep tersebut daripada Perserikatan Bangsa-Bangsa (P-BB) menyangkut penerapan Sustainable Development Goals (SDGs).

“Jadi kalau cerita soal lingkungan, kita bukan hanya menerapkan di perkebunan tapi tanaman pangan sudah lebih dulu. Dulu petani tidak memakai pestisida, itu sustainable. Cuma memang tidak dipublikasi,” ujarnya.

Untuk itu, dia meminta agar semua pemangku kepentingan menyosiali-asikan ISPO kepada masyarakat, terutama di kalangan universitas sampai sekolah-sekolah. Hal itu, tambahnya, menjadi tantangan kita sehingga penerapan sustainable Kelapa Sawit Indonesia diketahui semua lapisan masyarakat.

Antaredjo mengatakan, dari sisi ekonomi, ISPO memang masih banyak didominasi perkebunan besar, sedangkan bagi pekebun rakyat pemerintah terus mendorong dan melakukan pendampingan agar petani menyadari tentangpentingnyamenja-ga lingkungan. Antaredjo menekankan, penyerahan sertifikat ISPO bukan sekedar seremonial, namun bukti komitmen industri sawit nasional sudah mematuhi segala peraturan dan kepentingan semua.

Sementara itu Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendeklarasikan dukungan penuh untuk sertifikasi ISPO. Deklarasi dibacakan Ketua Umum Gapki Joko Supriyono bersama jajaran pengurus Gapki.

Kepala Sekretariat ISPO Aziz Hidayat menyebutkan, hingga Agustus 2019 sertifikat ISPO yang terbit adalah 566 terdiri dari 556 perusahaan, 6 koperasi swadaya, dan 4 KUD plasma dengan total areal yang sudah tersertifikasi ISPO mencapai 5.185.544 hektar.

Menurut dia, dari 5 juta hektar tersebut menghasilkan tandan buah segar (TBS) sebanyak 56,65 juta ton per tahun, dengan produktivitas 19,07 ton per ha per tahun atau menghasilkan crude Palm Oil (CPO) sebanyak 12,26 juta ton per tahun serta kadar rendemen rata-rata 21,70 persen.

Dari 556 perusahaan tersebut, sebanyak 508 perusahaan swasta dengan luas areal 4,89 juta hektare atau sekitar 63 persen dari total luas perusahaan swasta seluas 7,78 juta hektare.

Sedangkan untuk PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sebanyak 48 serti- fikat atau seluas 282.762 hektare atau sekitar 40 persen dari total luas PTPN seluas 713 hektare. Kemudian untukkoperasi pekebun plasma dan swadaya sebanyak 10 sertifikat dengan total luas 6.236 hektare atau sekitar 0,107 persen dariluastotalpetani atau pekebun seluas 5,80 juta hektare.

Sebelumnya, Komite Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) menargetkan sekitar lima juta hektare lahan perkebunan Kelapa Sawit memperoleh sertifikat ISPO hingga akhir 2019 sebagai upaya terhadap pengelolaan kebun sawit berkelanjutan

Sementara itu, Ketua Sekretariat Komisi ISPO R Azis Hidayat di sela-sela kegiatan Festival Indonesia di Moskow, Rusia, menyebutkan hingga Maret 2019, Komite ISPO telah mengeluarkan 502 sertifikasi dengan luas total areal 4.115.434 hektare.

“Masih ada sekitar 60 sampai 70 perusahaan yang dibahas, tetapi biasanya yang lulus verifikasi hanya sekitar 40 sampai 50 perusahaan karena pasti ada aspek yang belum lengkap,” kata Azis.

Sejak dibentuk pada 2011, Komite ISPO mencatat ada 746 perusahaan yang mengikuti proses verifikasi.

Sumber: Harian Ekonomi Neraca