Jakarta: Penerapan kewajiban pencampuran kelapa sawit atau kandungan biodiesel pada bahan bakar minyak (BBM) solar menjadi 30 persen (B30) bisa dipercepat.

Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru dan Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Andriah Feby Misna mengatakan B30 sudah dijajaki sejak 2017. Dia bilang bisa saja penerapan dimulai pada tahun depan mengingat neraca perdagangan yang mengalami defisit terutama karena migas.

“Soal implementasi B30 ini awalnya akan diterapkan 2020. Namun 2019 kita akan melakukan road test. Melihat neraca perdagangan yang masih defisit, jadi B30 ini bisa dipercepat,” kata Andriah di Ditjen EBTKE, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Juli 2018.

Sementara itu Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menolak percepatan penggunaan B30. “Konsumsi BBM bukan sesuatu yang bisa dihindari. Bisa bertambah, tapi bukannya nanti malah jadi menambah emisi. Kebijakan ini kami langsung menerima dampaknya. Ada 6,2 juta truk di Indonesia, ini uji coba perlu dicek ke mobil mobil lama,” kata Ketua Aptrindo Kyatmadja Lookman.

Adapun Anggota Kompartemen Teknologi Lingkungan dan Industri Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Ketut Suciarta meminta agar pemerintah memastikan dampaknya tidak akan buruk bagi mesin kendaraan.

Staf Ahli bidang Ekonomi SDA Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan untuk menerapkan suatu kebijakan pemerintah tentu telah mempertimbangkan seluruh aspek risiko.

“Teman-teman yang lain di komite teknis bioenergi itu sudah menyusun dan menerapkan untuk pedoman handling biodeisel,” jelas dia.

Kementerian ESDM sebelumnya menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang pemanfaatan biodiesel. Menurut beleid itu, pencampuran biodiesel sebesar 30 persen (B30) diharapkan bisa diaplikasikan ke rumah tangga, UMKM dan transportasi PSO, transportasi non-PSO, industri, serta pembangkit listrik.

 

Sumber: Metrotvnews.com