Kepala UPT Balai Perlindungan Perkebunan dan Pengawasan Benih (BP3B) Therecia Vennie menjelaskan petani mulai sadar penggunaan benih unggul dan bersertifikat karena beberapa tahun lalu banyak digunakan benih non sertifikat yang beredar di lapangan.
“Sosialisasi yang kami lakukan kepada petani sangat efektif melalui penyampaian informasi bahwa penggunaan benih bersifat jangka panjang sampai 25 tahun lamanya,” ujarnya saat ditemui dalam Borneo Forum ke-V di Palangkaraya, akhir Agustus 2022.
Ia menceritakan akibat dari pemakaian benih non sertifikat banyak tanaman petani memasuki umur 5 tahun hanya ada satu atau dua tandan di setiap pohon. Lalu petani mencari informasi ke UPB BP3B. Selanjutnya pihak UPT BP3B bertanya kepada petani sumber benih tersebut. Ternyata benih dibeli secara perorangan yang keliling kesetiap rumah petani.
“Jadi, harga satu bungkus benih non sertifikat ini bervariasi antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta rupiah. Satu bungkus isi 100 butir. Benih tanpa sertifikat setelah ditelusuri dari daerah Lampung Riau, dan Medan. Ada yang dikirim melalui udara dan kapal laut,” ujarnya.
Untuk mencegah peredaran benih non sertifikat ini, pihak UPT BP3B menjelaskan bahwa petani dapat membeli 1.000 butir benih sertifikat. Dengan syarat melampirkan foto kopi KTP, surat tanah, dan surat keterangan kepala desa terkait penggunaan benih.
Di Kalimantan Tengah, ada sumber benih bersertifikat yaitu PT Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi. Bagi petani diberikan diskon harga sebesar 10%. Ada pula sumber benih lain yang memasok kebutuhan diantaranya PT Bina Sawit Makmur, PT BaktiTani Nusantara, dan PPKS.
Therecia menuturkan akses mendapatkan benih sawit juga lebih mudah karena jumlah penangkar terus bertambah setiap tahun. Di Palangkaraya, ada 2 penangkar benih, lalu di Kotawaringin Timur terdapat 1 penangkar, Kotawaringin Barat terdapat 6 penangkar, Lamandau ada 2 penangkar, Sukamara ada 2 penangkar, Pulang Pisau terdapat 1 penangkar, dan Barito Utara ada 1 penangkar.
“Makanya, petani lebih mudah untuk membeli benih bersertifikat dan berlabel. Keuntungan lainnya adalah petani mendapatkan sertifikat benih sebagai bukti penjualan TBS kepada pabrik. Jadi, para penangkar ini juga mitra binaan UPT BP3B,” jelasnya.
Seiring dengan hadirnya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), UPT Balai Perlindungan Perkebunan dan Pengawasan Benih (BP3B) terus aktif mengawasi peredaran benih sawit di petani. Therecia mengatakan petani diedukasi supaya bibit untuk kegiatan PSR telah bersertifikat dan sumber benihnya jelas. Karena PSR ini mengganti tanaman tua atau tanaman tidak produktif.
Sumber: Sawitindonesia.com