Dikatakan Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, isu kelapa sawit di perdesaan bisanya berupa masalah legalitas lahan, biaya perawatan mahal, penjualan buah masih ke pengepul padahal kebun bersebelahan dengan pabrik kelapa sawit.
Lantas, masih minimnya pendampingan petani dalam praktik budidaya kelapa sawit berkelanjutan, harga sawit yang masih turun-naik, dan kebun sawit petani berada di dalam kawasan wasan.
Legalitas lahan ini menjadi sangat krusial, kata Darto, lantaran petani tidak banyak dibekali dengan sertifikat lahan maka saat terjadi konflik maka petani sawit tidak memiliki posisi tawar, alhasil kebun sawit mereka pun bisa kena gusur.
“Kalau mau ngurus sertifikat mahalnya selangit bisa Rp 3 sampai 4 juta per sertifikat, kalaupun ada program Prona atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tidak sampai ke mereka (petani sawit),” kata Darto dalam acara Indonesian Palm Oil Smallholders Conference & Expo (IPOSC) 2019 : Penguatan SDM dan Kelembagaan Petani Basis Kesuksesan Petani Sawit, pada 27 November 2019, berlokasi di Hotel Aston, Pontianak, Kalimantan Barat yang dihadiri InfoSAWIT.
Lebih lanjut kata Darto, apalagi mengenai masalah tata niaga buah sawit, kebanyakan petani jual buah ke pengepul atau loading ramp pinggir jalan. “Harga sawit petani pun dihargai rendah, sementara harga barang pokok terus meningkat,” katanya.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut sejatinya pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Inpres No 8 Tahun 2018 atau dikenal Inpres Moratorium Sawit, yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan menyelesaikan masalah kebun sawit didalam kawasan hutan, termasuk rencana penerbitan Perpres Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kata Darto, regulasi yang dirancang pemerintah dalam ISPO bakal membuka peluang bagi pengembangan petani kelapa sawit baik untuk penguatan kelembagaan petani, maupun peningkatan kapasitas petani dalam berbudidaya kelapa sawit yang layak lingkungan dan menjauhi eksploitasi sosial. “Kami mendukung implementasi ISPO untuk perbaikan tata kelola kebun rakyat, selain tentunya ada evaluasi perijinan perkebunan kelapa sawit,” katanya.
Sementara dikatakan perwakilan dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Hamid, mengungkapkan, penerbitan regulasi kedepan diharapkan bisa disesuaikan dengan kemampuan para petani.
“Kami harap ada gagasan dari petani untuk melakukan evaluasi kebijakan dan disesuaikan dengan kemampuan petani, kami harapkan seluruh stakeholder bisa mendukungnya,” tandas dia.
Sumber: Infosawit.com