JAKARTA-Pusat Penelitian kelapa sawit (PPKS) memperkirakan, produksi minyak sawit nasional sepanjang tahun ini mencapai 53 juta ton, atau naik 1,92% dari 2020 yang sebesar 52 juta ton. Kondisi iklim yang lebih baik serta peningkatan kemampuan pekebun dalam pemberian pupuk sebagai dampak kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada 2020 menyebabkan pemulihan produksi pada 2021.
Peneliti Sosio Tekno Ekonomi PPKS Medan Ratnawati Nurkho-iry mengatakan, 2021 merupakan tahun pemulihan, tidak hanya untuk industrikelapa sawittapi juga industri lain. Sebab, pada 2021 vaksinasi sudah mulai dilakukan sehingga memberikan harapan baru dan angin segar bagi industri. Berdasarkan proyeksi PPKS, produksi CPO dan minyak kernel pada 2020 mencapai 52 juta ton dan tahun ini meningkat tipis menjadi 53 juta ton, bisa jadi kenaikannya di kisaran 1-3%. “Kondisi iklim yang lebih baik serta kemampuan pekebun memberikan pupuk menyebabkan pemulihan produksi di 2021,” kata dia saat diskusi Menakar Prospek Industri Sawit 2021 yang digelar secara daring, Kamis (7/1).
Peningkatan produksi tersebut bisa jadi juga didorong oleh permintaan domestik yang cukup tinggi, terutama untuk kebutuhan oleokimia dan biodiesel, sementara untuk kebutuhan pangan masih stagnan karena kebanyakan orang masih di rumah karena adanya pembatasan sosial (PSBB). Di sisi lain, perusahaan sawit umumnya sudah menerapkan protokol kesehatan di wilayah operasionalnya sehingga kegiatan industri sawit tetap bertahan meski pandemi. Kondisi ini pula yang membuat industri sawit menjadi prioritas dalam perekonomian dan ekspor pada 2020. \’Tahun 2020 industri sawit sukses bertahan dan 2021 menjadi tahun harapan untuk bangkit sehingga berkontribusi besar ke perekonomian,” jelas Ratnawati.
Harga CPO global juga diperkirakan terus naik pada tahun ini, diyakini di kisaran US$ 750-900 per ton. Permintaan sawit di pasar internasional diharapkan membaik seiring pemberian vaksin Covid-19, meski munculnya isu varian Covid-19 baru tetap perlu diwaspadai. Penurunan harga mungkin terjadi pada semester 11-2021 karena pemulihan produksi akibat iklim yang benar-benar mulai kondusif. Dengan harga CPO yang baik tentu harga tandan buah segara (TBS) juga membaik, apabila harga TBS di pekebun Rp 1.600-2.100 per kilogram (kg) itu sudah cukup bagus. “Keseimbangan supply-demand sangat berpengaruh, juga dinamika harga minyak bumi, harga 2021 masih di level tertinggi meski berfluktuasi,” jelas dia.
Tahun ini, ekspor sawit Indonesia diproyeksikan mencapai 34 juta ton, angka ini bisa berubah tergantung permintaan dan pergerakan harga komoditas. Destinasi utama ekspor masih Tiongkok, India, dan Uni Eropa (UE), meski pasar UE cukup berat dari tahun-tahun sebelumnya karena pemerintahnya menganggap sawit Indonesia tidak ramah lingkungan. Untuk itu, pemerintah harus terus melobi UE agar menerima sawit Indonesia, persoalan ini sudah lama terjadi karena kualitas sawit Indonesia terbaik sehingga banyak pihak yang iri. “Afrika bisa menjadi pasar yang cukup potensial dan tidak boleh diabaikan. Perusahaan sawit harus mulai mendekati pasar Afrika dan Kementerian Perdagangan harus mulai menjajaki kerja sama dagang.Gapkijuga sudah mengakuinya dan akan menjajaki pasar Afrika lebih maksimal lagi,” ujar dia.
Sementara sepanjang 2020, hasil evaluasi PPKS menyebutkan, industri sawit nasional masih bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19, meskipun pasar ekspor sedikit menurun tetapi secara umum industri sawit Indonesia cukup kuat dan bisa survive dari pandemi. Pada 2020, penurunan ekspor terjadi di produk refined, tetapi untuk produk oleokimia justru mengalami kenaikan, pola tersebut terjadi karena pandemi berdampak pada kebutuhan hand sanitizer yang cenderung meningkat. Program biodiesel juga efektif membantu menjaga serapan konsumsi sawit domestik. Fakta yang menarik, sepanjang 2020 harga CPO di pasar internasional terus meningkat dan mencapai puncaknya hingga di atas US$700 per ton.
Sumber: Investor Daily Indonesia