PEKANBARU – Perusahaan perkebunan milik negara PT Perkebunan Nusantara V meremajakan 745 hektare (ha) perkebunan sawit di salah satu areal kerja perusahaan sebagai upaya peningkatan produksi tandan buah sawit(TBS). Peremajaan sawit di hamparan areal perkebunan Terantam, Kasikan, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau tersebut dilakukan dua lokasi. Lokasi pertama adalah Afdeling 7 seluas 344 ha. “Kemudian di Afdeling 8seluas 401 ha,” kata Manajer Kebun Terantam PTPN V Arif Subhan Siregar seperti dilansir Antara di Pekanbaru, Selasa (16/10).

Dia menjelaskan, peremajaan perkebunan sawit yang menjadi program prioritas PTPN V dalam satu dekade terakhir itu ditandai dengan penanaman perdana yang dilakukan awal pekan ini. Secara umum, Arif menargetkan peremajaan sawit tersebut dapat segera rampung bersamaan dengan proses pembersihan lahan yang ditargetkan rampung akhir tahun ini. Arif berharap pasca peremajaan sawit tersebut maka nantinya produktvitas TBS dapat ditingkatkan 16 ton per ha. “Land clearing berjalan baik. Mudah-mudahan selesai Desember 2018 mendatang,” jelas dia.

Dalam kegiatan tanam perdana yang selalu menjadi tonggak sejarah baru bagi setiap areal kerja perusahaan itu turut dihadiri oleh pewakilan Kementerian BUMN, M Saiful Anam, perwakilan Holding PTPN III (Persero), serta unsur pejabat PTPN V lainnya. Saiful Anam menyebutkan sawit merupakan salah satu tulang punggung bagi perekonomian negeri. Untuk itu ia meminta agar sawit yang ditanam dapat memberi hasil yang paling baik.

“Sawit merupakan tulang punggung (pembangunan bangsa). Semoga memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan. Terimakasih PTPN atas produktifitas yang paling baik tahun 2018,” tuturnya.

Sementara itu Direktur Operasional PTPN V Balaman Tarigan yang diwakili oleh Kabag Tanaman Haris Hamonangan Siregar menjelaskan bahwa tanam perdana ini merupakan penanaman yang ketiga kalinya di lingkungan Kebun Terantam. “Penanaman pertama kali di lakukan tahun 1993. Sampai dengan saat ini LC sudah 85 persen terlaksana,” urainya.

PTPN V merupakan perusahaan yang bergerak pada perkebunan sawit dan pengolahannya serta perkebunan karet terbesar di Provinsi Riau. Pada 2018 ini, PTPN V mencatat kinerja yang terus tumbuh positif. PTPN V baru saja merilis pendapatan perusahaan yang mencapai Rp 1,12 triliun sepanjang 2017 atau meningkat hampir 30% dibanding pendapatan pada 2016 yang tercatat sebesar Rp 872,30 miliar. Peningkatan pendapatan dan laba yang telah diaudit tersebut mayoritas ditopang dari sektor hulu dan hilir perkebunan sawit

Sepanjang 2017, produksi tandan buah segar (TBS) sawit mencapai lebih dari 1.18 juga ton atau meningkat 4,14% di atas rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP). Seluruh produktivitas TBS itu diperkuat dengan keberadaan 12 unit pabrik kelapasawit(PKS) serta satu PKS yang khusus mengolah inti sawit Seluruh PKS juga telah diakui dengan mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable palm oil (ISPO). Selain itu, catatan positif PTPN V juga ditopang dari sistem efesiensi perusahaan yang terus diperbaiki untuk meningkatkan pendapatan dan kinerja BUMN tersebut

Sawit Berkelanjutan

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Riau melakukan konsultasi publik terkait Rancangan Rencana Kegiatan Aksi Provinsi Kelapa sawit Berkelanjutan. “Alhamdulillah setelah bekerjasama dengan berbagai pihak kita lalu membuat rencana aksi dan saat ini baru konsultasi publik. Yang paling krusial adalah mendata potensi perkebunan di Riau,” kata Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Riau Vera Virgianti di Pekanbaru, kemarin.

Dia menjelaskan rencana aksi ini adalah tindak lanjut dari dibentuknya Forum Komunikasi Kelapa sawit Indonesia Berkelanjutan Indonesia (FoKS-BI) Provinsi Riau yang disahkan akhir Juni lalu. Konsultasi publik kemudian dilakukan dengan unsur pemerintah, asosiasi pengusaha, petani, akademisi, perbankan hingga lembaga swadaya masyarakat. Terkait masalah data perkebunan menurutnya selama ini yang ada hanya data izin atau hak guna usaha dari perusahaan. Tapi untuk perkebunan rakyat ataupun program pertanian dulunya tak ada data spa-sialnya, hanya secara angka misalnya yang akan diremajakan tahun ini 98 ribu ha kebun sawit di Riau.

Padahal, data seluruh penduduk pekebun rakyat diindikasikan ada 1,30 juta ha dan data izin koorporasi juga tidak sampai 1 juta ha, tepatnya 975 ribu ha. Sedangkan potensi perkebunan statistik yang dipakai 2,40 juta ha. “Jadi hampir 1,30 juta ha itu kebun rakyat, baik rakyat sebenarnya atau rakyat dalam tanda kutip, ada penguasaan lahan oleh korporasi, ada keterlanjuran, tidak dilaporkan, atau mengurus pelepasan tidak kunjung lepas. Ada juga yang sengaja menguasai lebih dari 25 ha tapi penguasaannya pribadi dan tidak melaporkan izinnya,” ungkap dia.

Akibatnya negara juga kehilangan potensi pajak, karena luas bertambah tapi pajak tak bertambah. Oleh srbab itu dalam rencana aksi database yang paling penting karena itu ujung pangkal agar bisa tahu luas perkebunan yang rakyat. “Baru setelah itu kita bandingkan dengan tata ruang yang outlinenya 400 ribu ha untuk perkebunan sawit, di situ peluang pemda mengakomodir kepentingan rakyat. Memang dulu diusulkan 1 juta ha tapi dari lingkungan hidup dan kehutanan menyetujui 400 ribu, tapi itu sudah konsensus terbaik,” tambahnya.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia