Pemerintah Indonesia mengharapkan ekspor sawit nasional ke India terus meningkat. Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan terus berkomunikasi secara baik dengan India sehingga apabila terdapat potensi pemenuhan kebutuhan minyak nabati di negara tersebut maka Pemerintah India akan memilih Indonesia sebagai pemasok utamanya.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menjelaskan, dalam lingkungan perdagangan secara global, terdapat hambatan perdagangan tarif dan nontarif yang memberi ketidakpastian di antara negara-negara yang terlibat perdagangan sawit, termasuk Indonesia dan India. Hal-hal tersebut dalam jangka panjang juga bisa mempengaruhi hubungan bilateral antara mitra dagang. “Padahal kan kita berharap ekspor sawit kita terus meningkat ke India. Untuk itu, kita perlu komunikasikan dengan baik agar jika ada potensi-potensi pemenuhan kebutuhan minyak nabati, India akan memilih Indonesia sebagai supplier utama mereka,” kata dia di Jakarta, kemarin.
Indonesia dan India secara tradisional telah lama menjalin hubungan ekonomi yang saling menguntungkan, salah satunya dalam perdagangan minyak sawit. Data 2017 menunjukkan, total nilai perdagangan kedua negara tercatat US$ 18,10 miliar, sebanyak 34,80% di antaranya merupakan ekspor produk minyak sawit dari Indonesia ke India atau senilai US$ 4,90 miliar. Hal ini juga menunjukkan pentingnya minyak sawit bagi kedua negara.
Untuk itu, kata Musdhalifah, pada Rabu (19/12) digelar diskusi antara Indonesia dan India, guna menindaklanjuti nota kesepahaman (MoU) antara The Solvent Extractors Association of India (SEA), Dewan Minyak SawitIndonesia (DMSI), dan Solidaridad Network Asia Limited (SNAL) yang telah diteken 16 Juli 2018 lalu di Jakarta. Seperti dilansir situs resmi Kemenko Perekonomian, MoU tersebut berisi kerangka keberlanjutan produksi minyak sawit dan perdagangan Indonesia-India yang bertujuan mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak sawit Indonesia dan memfasilitasi implementasi Indonesian Sustainable palm oil System (ISPO) secara lebih luas. Hal tersebut semua untuk memajukan kepentingan produsen, pengolah, pengguna, dan konsumen melalui dukungan dan aktivitas pengembangan produk dan pasar.
Secara keseluruhan, pertemuan antara Indonesia dan India mendiskusikan tentang tantangan-tantangan global dalam perdagangan minyak sawit, khususnya di antara para mitra di Asia. “Konteks pertemuan ini memang business to business (b to b). Pemerintah berlaku sebagai fasilitator dan observer untuk melihat kerja sama b to b itu berjalan seperti apa,” jelas Musdhalifah. Hadir dalam diskusi itu The President of SEA Atul Chaturvedi, Managing Director of SNAL Shatadru Chattopadhayay, Country Manager of Yayasan Solidaridad Network Indonesia Kulbir Mehta, dan perwakilan Kedubes India di Jakarta.
Tantangan yang dihadapi saat ini adalah konsumen minyak sawit makin sulit mendapatkan produk dengan harga terjangkau. Para petani kecil juga makin terjepit posisinya dalam rantai pasokan, padahal sebagian besar sawit diproduksi oleh segmen petani kecil. Peran mereka sangat strategis dan berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan global. Di sisi lain, permintaan global terhadap minyak nabati juga terus meningkat seiring dengan tantangan bagi industri minyak sawit yang turut meningkat pula. Pemerintah pun terus berupaya meningkatkan produktivitas petani kecil, sekaligus mengembangkan sisi hilir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) agar memberi nilai tambah. “Dalam hal keberlanjutan industri sawit, Indonesia juga terus memperhitungkan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan pembangunan. Standar ISPO juga terus diperkuat,” ujar Musdhalifah.
Sementara itu, Asisten Deputi Perkebunan dan Holtikultura Kemenko Perekonomian Wilistra Danny menambahkan, inisiatif pertemuan itu datang dari pemikiran bahwa pemerintah senantiasa mencari cara untuk meningkatkan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan antarkedua negara. Dalam konteks pertemuan itu, perlu bagi pemerintah untuk menjajaki peluang peningkatan perdagangan komoditas lain di luar minyak sawit.
“Contohnya gula, India merupakan pemasok gula yang potensial untuk menutupi kebutuhan dalam negeri kita. Jadi bukan terbatas hanya pada (minyak) sawit. Tentu akan kita cari dan kaji skema mutual relationship yang paling cocok untuk itu,” ujar Wilistra.
Sumber: Investor Daily Indonesia