Pelaku usaha industri minyak kelapa sawit berencana mengambil langkah-langkah hukum untuk menggugat diskriminasi dari Uni Eropa, yang melarang penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati. Langkah itupun sesuai rekomendasi yang diajukan pemerintah.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Bidang Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang, usai melakukan rapat koordinasi terkait diskriminasi Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin 25 Maret 2019.

“Kita akan pertimbangkan semua saran pemerintah dan kita sebagai mitra pemerintah akan terus menerus saling berbicara dan berdiskusi langkah-langkah yang akan kita ambil,” tutur dia.

Melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Eropa atau European Court of Justice merupakan langkah yang bisa ditempuh pengusaha (business to business). Sementara gugatan melalui World Trade Organization (WTO) hanya bisa dilakukan oleh pemerintah (government to government).

Meski begitu, Togar menegaskan, gugatan tersebut hanya bisa dilakukan oleh para pengusaha bila keputusan pelarangan itu telah ditetapkan oleh Parlemen Uni Eropa pada 28 Maret 2019. Mekanisme itu dikatakannya sama dengan mekanisme yang bisa dilakukan pemerintah untuk melakukan gugatan di WTO.

“Sama juga itu kan begitu, mereka sahkan, kita akan melakukan langkah-langkah mitigasi terhadap mereka. Ada banyak hal yang kita dimintakan untuk melakukan langkah mitigasi termasuk labeling palm oil, mungkin kita harus melakukan, kita akan pelajari semua,” tegas dia.

Sebelumnya, Pemerintah memastikan bakal menggugat aturan pelaksanaan kebijakan Renewable Energy Directive atau RED II yang diloloskan Komisi Eropa pada 13 Maret lalu ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO, apabila aturan tersebut diadopsi oleh Parlemen Eropa pada 28 Maret 2019.

RED II dan aturan turunannya dianggap pemerintah mendiskriminasi produk minyak kelapa sawit dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti kedelai, rapeseed, bunga matahari dalam memenuhi persyaratan sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati (biofuel) yang berkelanjutan di pasar Eropa. 

Sumber: Viva.co.id