Harga minyak sawit mentah (crude palm oil! CPO) di pasar internasional akan bergerak di kisaran USS 600-650 per ton pada 2019, atau meningkat US$ 50-100 per ton dari rerata harga CPO sepanjang tahun ini yang diproyeksikan berkisar US$ 550-600 per ton. Implementasi program perluasan biodiesel 20% (B20) secara penuh pada 2019 dan percepatan program B30 oleh Indonesia menjadi 2019, serta menggeliatnya permintaan CPO terutama oleh Tiongkok menjadi penggerak utama harga komoditas tersebut di pasar global.

Demikian rangkuman paparan Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) bidang Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan Togar Sitanggang, Chairman LMC International Ltd James Fry, Executive Director of ISTA Mielke GmbH (Oil World) Thomas Mielke, dan Direktur Godrej International Limited Dorab E Mistry. Mereka berbicara Perkembangan Harga CPO hingga 31 Oktober 2018 (USS/MT) dalam 14th Indonesian palm oil Conference (IPOC) and 2019 Price Outlook, Indonesia palm oil Development Contribution to SDGs di Nusa Dua, Bali, Jumat (2/11).

Rerata harga CPO global sepanjang Januari hingga 31 Oktober 2018 berada di kisaran USS 587 per ton. Harga komoditas perkebunan tersebut sempat menyentuh USS 657 per ton pada Januari 2018, namun mulai Juni 2018 harga terus bergerak turun hingga menyentuh USS 550 per ton dan pada September 2018 kembali turun menjadi hanya USS 530 per ton. Puncaknya, pada akhir Oktober 2018, harga CPO turun tajam dan sempat berada di level USS 513 per ton.

Togar Sitanggang mengatakan, implementasi program B20 di Indonesia akan menjadi penggerak utama pasar CPO global. Stok CPO Indonesia akan berkurang secara signifikan pada akhir 2019 dan saat bersamaan harga CPO akan menyentuh USS 540-550 per ton pada akhir tahun.

“Pemerintah Indonesia akan mempercepat implementasi B30 dari sebelumnya 2020 menjadi awal semester 11-2019. Kondisi ini akan mendongkrak harga CPO pada 2019 bergerak di kisaran USS 600-650 per ton. Selain itu, harga terdongkrak oleh adanya permintaan baru yang memangkas stok minyak sawit di negara produsen,” kata Togar Sitanggang.

Berkah

Togar menjelaskan, kenaikan harga CPO tahun depan berada di kisaran USS 50-100 per ton dari level tahun ini. Selain karena faktor biodiesel atau program perluasan B20 oleh Indonesia, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok membawa berkah pada komoditas CPO.

Tiongkok diperkirakan terus memangkas impor kedelai dari AS dan membuka peluang lebih lebar bagi minyak sawit. Kondisi itu akan berperan dalam pergerakan harga CPO tahun depan. “Kabar gembira lainnya adalah percepatan program B30 oleh Indonesia. Apabila B30 terlaksana pada semester 11-2019, konsumsi biodiesel domestik akan melonjak menjadi 5,50 juta kiloliter (kl), sehingga stok minyak sawit akan tergerus banyak,” jelas dia.

James Fry menjelaskan, faktor penggerak utama atas harga CPO di pasar global adalah harga minyak (petroleum) dan shale oil. Diperkirakan, harga minyak jenis Brent akan anjlok sekitar USS 10-15 per barel atau sekitar USS 75-110 per ton pada 2019.

Faktor lain dari pergerakan harga CPO adalah stok minyak sawit Indonesia. Kewajiban penggunaan biodiesel di Indonesia akan memangkas stok tersebut. “Seiring dengan pengurangan stok itu, gap harga antara CPO terhadap Brent premium akan berubah, yang tadinya harga CPO lebih rendah USS 50 dari Brent premium maka menjadi lebih mahal USS 150 dari Brent premium. Jadi, per Juni 2019, harga CPO bakal naik USS 100 per ton, karena stok yang semakin berkurang,” kata Fry.

 

Sumber: Suara Pembaruan