Ekspor Ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) ke India diprediksi bakal naik. Hal ini terkait kebijakan negara Bollywooditu menurunkan bea masuk CPO dan produk turunannya dari negara-negara ASEAN. Penurunan itu karena permintaan dari pemasok komoditas tersebut.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengatakan, penurunan tarif bea masukCPO India itu memberikan harapan atas ekspor minyak sawit Indonesia pada 2020 ini. “Saya kira ekspor sawit lndonesia akan naik lagi dengan turunnya bea masuk oleh India,” ujar Mukti.

Lebih lanjut, menurut Mukti, pihaknya belum menghitung berapa besar kenaikan ekspor CPO ke India akibat tarifbea masuk baru itu. Gapki mencatat ekspor CPO ke India pada Oktober 2019 sebesar 3,7 juta ton.

Karena itu, Mukti berharap ekspor CPO beserta produk turunannya itu naik, bahkan dapat normal seperti pada 2018 yang mencapai lebih dari 6 juta ton. Saat ini India berada pada peringkat ketiga sebagai tujuan ekspor minyak sawit terbesar Mdonesia.

Seperti diketahui, India menetapkan bea masuk CPO turun dari 40 persen menjadi 37,5 persen. Sedangkan impor produk olahan CPO turun menjadi 45 persen dari 50 persen. Penurunan tarif tersebut berlaku untuk seluruh impor minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia, sebagai bagian dari ASEAN.

Disisi lain, Mukti mengakui Pakistan adalah pasar strategis produk minyak sawit Indonesia. Karena itu keberlanjutan pasar Pakistan dan negara-negara lain di Asia Selatan harus dijaga.

Dengan total volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Pakistan mencapai 2,5 juta ton tahun 2018, Pakistan adalah importer minyak sawit Indonesia terbesar keempat setelah India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Uni Eropa.

“Di tengah tekanan dan diskriminasi dagang dari Uni Eropa terhadap komoditas minyak sawit, Asia Selatan adalah pasar strategis yang harus dijaga. Selain Pakistan, tentu saja India dan Bangladesh,” kata Mukti.

Sehingga menurut Mukti, sebagai pasar ekspor minya sawit Indonesia terbesar, ada penurunan tren volume ekspor ke India. Tahun 2017, volume ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 7,6 juta ton. Jumlah ini turun menjadi 6,7 juta ton tahun 2018.

“Nah ini mengkhawatirkan. Karena sampai Oktober 2019, volume ek- spor baru mencapai 3,7 juta ton,” ucap Mukti.

Mukti mengatakan, penurunan ekspor produk minyaksawitteisebuttidak lepas dari kebijakan bea masuk di India yang mengenakan tarif lebih tinggi terhadap minyak sawit Indonesia daripada dari Malaysia.

“Ini membuat sawit kita kalah kompetitif dengan Malaysia. Tetapi kebijakan tersebut sudah diubah dan saat ini kita sudah dikenakan tarif yang sama dengan Malaysia,” kata Mukti.

Terbukti, tren ekspor ke India pada bulan Oktober pun naik. Akhir 2019, pemerintah India mengeluarkan kebijakan penurunan impor tarif produk kelapa sawit Ini tentunya memberikan sinyal positif bagi produk minyak sawit Indonesia. Sayangnya, pada awal 2020 India mengeluarkan kebijakan melarang impor produk olahan minyak sawit

“Kami masih menunggu bagaimana penerapan kebijakanbarudaripemer-intah India tersebut Yang pasti, dua kebijakan tersebut saling bertentangan. Dan kebijakan pelarangan impor produk olahan minyak sawit dapat merugikan eksporproduk olahan minyak sawit Indonesia,” ungkap Mukti.

Hal senada diungkapkan, Wakil Ketua Umum Gapki Togar Sitanggang mengatakan bahwa minyak sawit adalah bahan baku energi utama di masa mendatang. Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar energi baru dan terbarukan sudah tidak terelakkan.

“Kebijakan implementasi mandatori B30 adalah kebijakan yang tepat Dengan memanfaatkan sawit sebagai energi selain menghemat devisa negara juga akan meningkatkan kesejahteraan petani sawit,” kata Togar saat menjadi pembicara dalam PEOC (Pakistan Edible Oil Conference) 2020 di Karachi Pakistan.

Bahkan, Togar mengatakan, dalam berbagai uji coba dengan berbagai merek kendaraan bermotor, tidak ada persoalan teknis apapun dengan penggunaan biodiesel dari sawit Namun, jika B100 tentu perlu kajian yang lebih dalam dengan melibatkan banyak ahli.

Artinya, mandatori biodiesel yang sudah berhasil dilakukan Indonesia akan ditiru oleh Malaysia dengan menerapkan program B20. “Ini menjadi sentimen positif di pasar sehingga harga minyak sawit sejak Oktober tahun lalu naik tajam,” kata Togar

Terkait harga minyak sawit, Togar mengakui bahwa kenaikan yang terjadi di luar perkiraan para analis komoditas global. Selain naik lebih cepat yaitu pada dua bulan terakhir 2019, persentase kenaikannya sangat tajam.

 

Sumber: Harian Ekonomi Neraca