PALEMBANG – Pesatnya perkembangan komoditas pertanian perkebunan seringkali dikaitkan dengan dampak buruk pada lingkungan kecuali keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan bisa terjaga. Kebijakan-kebijakan inovatif yang digulirkan kabupaten untuk menjaga keseimbangan tersebut menjadi salah satu penggerak terbentuknya forum kerjasama Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) pada bulan Juli 2017.

“Kita perlu pikirkan bagaimana pembangunan bisa tumbuh tapi tidak dengan cara merusak. Artinya komoditas produktivitasnya naik dan membawa manfaat lebih luas buat rakyat, tapi hutan dan gambut yang nilai konservasinya tinggi juga dijaga.” ungkap Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi, yang juga merangkap sebagai Ketua Umum dari LTKL dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT, Senin (4/12/2017).

LTKL merupakan suatu wadah kerjasama antar Kabupaten dengan visi dan komitmen menuju pembangunan berkelanjutan melalui berbagai topik prioritas, salah satunya pengembangan komoditas berkelanjutan. Forum tersebut saat ini beranggotakan delapan kabupaten, yakni Musi Banyuasin, Rokan Hulu, Siak, Batanghari, Labuan Batu Utara, Sintang, Sanggau, dan Sigi.

“Melalui forum kolaborasi seperti LTKL, para Kabupaten bisa saling belajar satu sama lain. Hari ini contohnya, Muba bisa berbagi pengalaman tentang proses pendanaan peremajaan sawit dan upaya diversifikasi produk karet. Kali lain kami yang bisa belajar dari Kabupaten lain seperti Sigi tentang mendorong insentif untuk menjaga hutan,” ujar Beni.

Dalam diskusi tersebut, LTKL mendorong kolaborasi nyata terkait sawit berkelanjutan melalui Pernyataan Bersama dengan mitra pembangunan seperti RSPO dan Tropical Forest Alliance 2020 (TFA2020). Beberapa topik kolaborasi yang diusung adalah transformasi pekebun sawit khususnya pekebun swadaya menuju praktek perkebunan berkelanjutan, sertifikasi atau transaksi jual beli sawit berbasis jurisdiksi dan integrasi konservasi serta perlindungan jasa lingkungan dalam praktek perkebunan.

Sementara Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang menyampaikan, terpenting dari kegiatan tersebut adalah kepemimpinan dan kolaborasi. Proses transformasi sektor sawit sulit dicapai kecuali semua pihak bahu membahu dan dipimpin oleh sosok yang mampu mempersatukan.

Terkait pengembangan mekanisme sertifikasi yurisdiksi, Tiur menambahkan bahwa Kabupaten harus sadar betul konsekuensinya dalam mendorong pendekatan tersebut – termasuk pengembangan perencanaan berbasis data, pembatasan area produksi transparansi dan mekanisme pemantauan. Dalam proses, Kabupaten dapat bekerjasama dengan RSPO terutama terkait pembinaan pekebun.

Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto menyatakan, pekerjaan masih banyak untuk membantu petani. Anggaplah Pernyataan Bersama dengan RSPO tersebut sebagai awal kerja lebih serius. Dukungan pendanaan dan teknis pasti bisa selama Kabupaten punya inisiatif”

LTKL, RSPO dan para mitra pembangunan memiliki tenggat waktu enam bulan sejak ditandatanganinya kesepakatan bersama ini untuk menerjemahkan kolaborasi menjadi rencana kerja bersama yang konkrit untuk periode 2018-2020.

“Yang kami tekankan dari LTKL terkait kerja bersama ini adalah pentingnya sinergi dengan kebijakan nasional seperti upaya penguatan ISPO dan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan yang didorong Kementerian Pertanian. Kami percaya ini bukti nyata dari proses mendorong tata kelola lahan yang baik sekaligus membuktikan pada dunia bahwa komoditas Indonesia bisa bersaing,” tandas Beni. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com