Sebagai daerah tropis, Indonesia menjadi lokasi tumbuh suburnya tanaman sawit.

Keluarga Alumni Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yoyakarta, berpandangan perkembangan perkebunan sawit di Indonesia banyak memberikan dampak positif terhadap perekonomian maupun membuka terisolirnya sebuah daerah.

Besarnya pengaruh sawit terhadap perekonomian Bangsa Indonesia, tak semua dapat diterima secara baik oleh seluruh masyarakat Internasional.

Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yoyakarta, Priyanto PS, dalam rilis yang dikirim pada Tribun Pontianak mengatakan sebab “penjajahan” baru yang digencarkan oleh LSM asing.

 

Secara nyata mengancam Kedaulatan Indonesia, dimana mereka manfaatkan situasi ekonomi global yang sedang lesu yang berdampak langsung terhadap menurunnya permintaan pasar komoditas, termasuk minyak sawit (CPO).

“Situasi ekonomi global sedang lesu, diperparah dengan munculnya kampanye sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menyerang komoditas minyak sawit Indonesia,” ucap Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yoyakarta, Priyanto PS, Sabtu (24/11/2018).

Hal ini sangat berpotensi menjadi penjajah baru dalam bidang ekonomi di Indonesia,” tambahnya.

Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit global, Indonesia memiliki peran penting dalam menyuplai kebutuhan minyak sawit di pasar internasional.

Sekitar 60 persen CPO didunia berasal dari perkebunan di Indonesia.

Berdasarkan data yang ada, lebih 20 juta masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya kepada minyak sawit yang di produksi melalui budidaya terbaik dan berkelanjutan.

Minyak sawit juga sebagai satu-satunya minyak nabati dunia, yang berhasil di budidayakan secara berkelanjutan, sehingga menjadi produk terbarukan dan ramah lingkungan.

“Perkembangan perkebunan yang ada di Indonesia, mampu mensejahterakan masyarakat perdesaan. Kontribusi sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi desa melalui tumbuhnya usaha dan jasa serta pasar dipedesaan,” tambahnya.

Sejauh ini, minyak sawit sebagai sumber penghasil devisa terbesar bagi negara Indonesia.

Tercatat lebih dari US$ 20 Miliar atau sekitar Rp 300 Triliun per tahun, devisa Indonesia berasal dari perdagangan produk minyak sawit dan turunannya, yang di ekspor ke berbagai negara di dunia.

“Sekarang ini dapat dikatakan bahwa lebih dari 100 negara, bergantungpada pasokan minyak sawit asal Indonesia,” katanya.

Besarnya kontribusi pasokan minyak sawit asal Indonesia, sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan perdagangan minyak sawit global,” ujar Priyanto PS.

Saat ini, berbagai aksi dilakukan LSM dan NGO asing tidak mendukung kemajuan perkebunan sawit di indonesia, bahkan mereka selalu melakukan aksi sepihak dan menghadang perdagangan minyak sawit Indonesia.

Padahal selama ini, menurutnya industri minyak sawit yang beroperasi di Indonesia, selalu patuh terhadap regulasi pemerintah yang berlaku di Indonesia.

“Namun NGO asing melecehkan martabat bangsa Indonesia, dengan berbagai kampanye tentang kerusakan lingkungan dan juga masalah HAM,” tegasnya.

Indonesia memiliki keseriusan yang tinggi dalam menata perkebunan sawit melalui penerapan mandatori Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Namun moratorium perizinan baru serta mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan berbagai regulasi pemerintah lainnya yang dilaksanakan dan dikeluarkan pemerintah seolah tak berarti.

Hal ini disebutnya terjadi karena LSM anti minyak sawit, dan kroni-kroninya, yang juga tidak menyukai minyak sawit Indonesia.

Ia menuding, LSM selalu memanfaatkan kampanye gelap,isu lingkungan yang selalu dimanfaatkan dan digunakan untuk merusak miyak sawit dengan leluasa.

Keluarga Alumni Instiper j mengajak MPR, DPR, Pemerintah Indonesia dan seluruh komponen bangsa, untuk menunjukan nasionalisme dan patriotismenya dalam menghadapi berbagai tekanan dari bangsa asing.

Dimana tindakannya, akan menjerumuskan bangsa ini kedalam jurang kehancuran.

Sebagai Keluarga Alumni Instiper Yogyakarta yang beranggotakan 14.000 orang dimana sebesar 60 persen lebih, bergerak di bidang kelapa sawit, sangat mengutuk tindakan yang dilakukan Greenpeace.

“Kami mengutuk, karena berdampak langsung pada industri kelapa sawit dan sekaligus melecehkan pemerintah Indonesia. Untuk itu kami menyerukan untuk melakukan perlawanan terhadap LSM asing yang sengaja melakukan kampanye hitam,” pungkasnya.

Sumber: Pontianak.tribunnews.com