InfoSAWIT, KUALA LUMPUR – Menanggapi pemberitaan mengenai pekerja anak di perkebunan kelapa sawit, lembaga nirlaba multistakeholder Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mencatat bahwa bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit penerima sertifkat minyak sawit berkelanjutan RSPO jelas dilarang dan tidak diperkenankan.

Merujuk catatan RSPO, pihaknya telah mensertifikasi hampir 20% minyak sawit dunia, 79% di antaranya ditanam di iklim tropis Indonesia dan Malaysia, namun demikian upaya tersebut masih terus berlanjut. Dikatakan pihak RSPO, pekerja anak bukanlah sesuatu yang dapat ditangani sendiri oleh RSPO. Lantaran, peran pemerintah dalam menegakan secara tegas regulasi yang ditetapkan di masing-masing negara produsen memainkan peran penting di samping upaya sertifikasi yang sifatnya sukarela dalam menyelesaikan tantangan ini.

Sejak 2018, anggota RSPO diharuskan menunjukkan identifikasi foto dan bukti tambahan untuk memverifikasi usia semua pekerja. Dimana sebanyak 4.900 anggota RSPO telah berkomitmen pada standar yang tak tertandingi oleh skema pertanian lainnya. “Kami masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan, kami mengambil inspirasi dari kemajuan yang dibuat oleh anggota kami dalam dekade terakhir,” catat secretariat RSPO dalam keterangan tertulis diterima InfoSAWIT, Rabu (30/12/2020).

Diskusi terbuka dan transparan tentang masalah ini tetap dilakukan, seperti isu yang disorot Associated Press baru-baru ini lewat artikelnya, namun akan sangat membantu bila liputan itu juga membahas semua komoditas pertanian yang justru belum bersertifikat sehingga bisa mendorong lebih banyak petani untuk mengadopsi standar minyak sawit berkelanjutn.

“Namun ini bukan hanya tentang pekebun dan produsen di Malaysia dan Indonesia. Kami tahu bahwa setiap pihak dalam rantai pasok global memiliki peran untuk dimainkan, termasuk konsumen,” catat sekretariat RSPO.

Di RSPO, skim tersebut bernama “Tanggung Jawab Bersama”. Saat ini, pasokan minyak sawit berkelanjutan bersertifikat melebihi permintaan. Beberapa anggota dari sektor hilir sawit, termasuk beberapa merek konsumen utama terbesar sudah membeli minyak sawit berkelanjutan bersertifikasi 100% dalam bentuk fisik, tetapi membutuhkan lebih banyak perusahaan di luar RSPO untuk berkomitmen pada tujuan ini.

“Penulis artikel AP ini tidak merujuk pada pelanggaran khusus di perkebunan kelapa sawit bersertifikasi RSPO, tetapi kami tahu sistem kami saat ini tidak sempurna. Kami harus terus mengandalkan dukungan mitra untuk membantu kami mengidentifikasi dan mengatasi setiap celah dalam penegakan hukum, dan guna lebih memperkuat dan meningkatkan cakupan jaminan dan pengawasan standar ketenagakerjaan – baik melalui proses pengaduan resmi atau mekanisme lainnya,” catat Sekretariat RSPO.

Lebih lanjut Sekretariat RSPO mencatat, pihaknya sangat yakin bahwa dengan melibatkan multistakeholders dan konsensus yang inklusif, adalah cara terbaik untuk meminta pertanggungjawaban semua anggota dan mendorong lebih banyak perusahaan untuk melampaui apa yang diwajibkan oleh hukum dan berkomitmen pada standar global yang diinformasikan dan diikuti oleh masyarakat. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com